Minggu, 08 Juli 2018

Kunci Bahagia Itu Bernama Syukur


Ketika Allah beri ujian dengan kesulitan dan kesempitan, kita sering bertanya; kenapa saya mendapat ujian ini? Namun, kita jarang bertanya kenapa Allah beri nikmat sebesar ini? Dikala Allah beri karunia yang besar, justru kita tenggelam di dalamnya dan lupa untuk berterima kasih kepada Sang Pemberi nikmat. Pun kita jarang menyadari, bahwa soal nikmat, rahmat, dan karunia, tak melulu hal yang tampak. Seringnya, kita pun abai terhadap hal-hal kecil dan kasat mata, yang sebenarnya juga merupakan nikmat dari Allah yang sangat patut untuk disyukuri.

Menjadi hamba yang ahli syukur memang tak mudah. Barangkali itulah mengapa kalimat 'Maka nikmat Allah manakah yang kamu dustakan' diulang hingga 31 kali dalam satu Surah Alquran. Tak lain, untuk mengingatkan kita atas rahmat dan nikmat-Nya.

Bagaimanapun, sudah menjadi kodrat manusia untuk memiliki sifat tak pernah puas ketika diberi nikmat, tak pandai bersyukur ketika dilimpahkan rahmat, namun sangat mudah berkeluh kesah jika Allah beri ujian berupa kesulitan dan kesempitan. Bahkan tak jarang, sampai pada tingkatan mengeluh tertinggi dengan menganggap Allah tidak adil atau tidak sayang padanya. Hal ini pun rentan membuat dirinya berputus asa atas rahmat dan karunia Allah SWT. Naudzubillah min dzalik...

Karenanya, saya selalu salut pada mereka yang meski dalam keadaan sesusah apapun, masih bisa tetap bersyukur. Mereka pun masih bisa tersenyum, tertawa, serta menikmati hidupnya dengan tenang, bahagia, dan seolah tanpa beban. Orang kaya yang bersyukur, itu wajar. Karena ada banyak hal nyata yang memang patut disyukuri. Namun, ketika orang yang penuh dengan keterbatasan itu bersyukur, bukankah hal tersebut sangat menakjubkan sekaligus menyentil? Sudahkah kita yang dalam kondisi lebih baik ini bersyukur?

Benar kata orang bijak, agar kita terhindar dari sifat dan sikap kufur, lihatlah selalu ke bawah. Di sanalah kita bisa belajar untuk mensyukuri apapun yang kita miliki saat ini.
Ada sebuah peristiwa yang pernah menampar keluarga saya berkaitan dengan hakikat syukur ini. Di suatu waktu, seorang kyai sufi yang memang rutin bertamu ke rumah tiba-tiba memberi satu tas plastik kepada ibu saya. Beliau berkata, 'ini buah kedondong buat keluarga Ibu'. Ibu saya menerimanya, dan sekilas melihat isi dari tas plastik. Dan ternyata, isinya hanya 6 buah kedondong!! Lalu, batin ibu saya berkata, "hmm... Hanya 6 kedondong ini" dengan kesan meremehkan.
Tak lama kemudian, di tengah perbincangan, beliau menyinggung perkara syukur yang intinya, tak pernah ada kata 'cuma' untuk sebuah nikmat. Sekecil apapun yang kita terima, itu patut disyukuri. Karena yang penting bukan banyaknya, tapi berkahnya. Jika kita mematok nikmat hanya pada ukuran jumlah, itu relatif. Belum tentu sesuatu yang 'banyak atau lebih' itu yang kita butuhkan. Bisa jadi itu menjadi penyebab kita terjebak pada rasa tak pernah puas, selalu ingin lebih, dan tak bersyukur dengan nikmat yang ada.

Yang penting itu berkah. Keberkahan itulah yang bisa membuat hidup menjadi tenang dan bahagia, meski dalam kesederhanaan. Sejak saat itu, saya pun langsung ditegur oleh orang tua ketika secara tidak sengaja bilang, 'cuma segini' untuk beragam hal atau peristiwa. Dan di tengah segala macam ujian di tahun ini, saya pun banyak merenung; berapa banyak nikmat yang telah Allah karuniakan. Entah itu nikmat sehat, harta, kesempatan belajar dan menempuh pendidikan, keluarga yang utuh dan hangat, teman atau sahabat yang baik, dan tentunya nikmat yang paling besar yaitu nikmat iman dan islam.  Dengan merenung seperti itu, saya merasa malu jika harus mengeluh. Allah telah begitu sayang pada saya, bahkan meski saya masih tergolong hamba-Nya yang nakal dan sering lalai.
Jadi, jika hari ini kita masih sering mengeluh, sering-seringlah bertanya pada diri sendiri atau jika perlu tulislah satu persatu nikmat yang telah Allah beri. Sungguh, bahkan jika kita menjadikan air laut sebagai tinta, hal tersebut juga takkan pernah cukup untuk menggambarkan besarnya nikmat dan karunia Allah.

"Sebesar-besarnya nikmat Allah adalah ketika kita bisa menikmati indahnya rasa syukur".
Semoga kita bisa menjadi hamba-Nya yang penuh dengan rasa syukur.