Selasa, 31 Desember 2019

Jalan Keluar Itu, Kuncinya Satu; Berserah Diri Kepada Allah


Mengenai masa lalu kita belajar ikhlas
Mengenai masa depan kita belajar berserah
Tentang hari ini kita belajar sabar atas kepayahan
Tentang hari ini kita belajar bersyukur atas anugerah sesederhana apapun
Pada semua hal, intinya, kita bergantung pada-Nya agar senantiasa damai dan tenteram (Muslimah Mengaji)


Page 365 of 365

Biasanya, di detik-detik menjelang pergantian tahun seperti ini, orang akan sibuk melihat kembali resolusi awal tahun. Ya, meskipun seringnya banyak yang nggak tercapai, sih :D. Tapi, gak papa, setidaknya setelah itu akan ada momen refleksi, 'setahun ini sudah ngapain aja?'

Bagi saya pribadi, sebenarnya momen refleksi dan resolusi biasa dilakukan di bulan Mei; bulan kelahiran. Tetapi, karena di awal tahun kemarin saya sempat ikut kelas Muslimah Institute yang mengharuskan untuk membuat 'Target Plan 2019', jadi semacam keharusan untuk merefleksi apa yang sudah saya lakukan di tahun ini. Atau, setidaknya apa pelajaran yang saya dapat untuk kemudian menjadi bekal pendewasaan.

Sebagai orang yang sangat menghargai proses, yang yakin bahwa selama niatnya baik, prosesnya baik, maka hasilnya juga insha Allah baik, ada satu kesimpulan 'ketika kita berserah diri hanya kepada Allah, maka Dia akan datangkan nikmat yang bertubi-tubi'.

Sedikit bercerita, tahun 2018 lalu ibarat hospital trip bagi saya dan keluarga. Bagaimana tidak, di sepanjang tahun itu, ibu harus bolak balik ke rumah sakit bahkan hingga masuk ruang operasi 4 kali. Belum lagi, di pertengahan tahun, adek saya yang niat awalnya pulang dari Jakarta karena ibu yang sakit, ternyata juga harus melakukan operasi ginjal ESWL ke RSAL Surabaya, dan yah.. meski akhirnya juga harus menjalani operasi bedah dan itu berbarengan dengan operasi ibu yang ketiga kalinya.

Bingung, pasti. Tidak saja karena masalah dana, tetapi juga lebih pada bagaimana caranya untuk tetap survive dan tersenyum. Untuk tetap yakin bahwa apa yang terjadi pada saya dan keluarga adalah yang terbaik, menurut Allah. Untuk tidak berburuk sangka. Untuk selalu memegang teguh ayat-ayat suci, yang salah satu isinya menyatakan bahwa segala sesuatu yang terjadi sama kita selalu 'Liman Aroda', kaitkan semua sama Allah.

Minimal kita bisa bersabar, ucap Ayah waktu itu. Syukur-syukur kalau bisa naik ke level 'Ridho' atas ketentuan Allah, atau bahkan hingga level tertinggi yakni bersyukur. Bersyukur atas segala yang terjadi, baik suka maupun duka. Dan Allahuakbar, maha benar Allah dengan segala firman-Nya. Ketika kita bersyukur dan bertaqwa atas apa yang terjadi dalam hidup, maka akan ada jalan keluar yang tidak disangka-sangka (At-Thalaq: 2).

Menjelang pergantian tahun 2019, dokter kembali merujuk ibu untuk operasi yang ke-5 di RS ternama di SBY. Tetapi, waktu itu ibu memilih berpasrah, menyerahkan semua pada Allah. Akhirnya, awal tahun 2019 benar-benar kami awali dengan kepasrahan dan khusnudzan kepada Allah. Sembari terus berbenah diri, termasuk untuk urusan kesehatan yang sebenarnya juga Islam telah mengajarkan semuanya. Mulai dari pengobatan ala Rasulullah dengan bekam, rutin mengonsumsi madu dan kurma, olahraga, dan lainnya.

Alhamdulillah, seiring berjalannya waktu, kesehatan beliau pun membaik. Hingga di suatu waktu, ada orang yang menjadi perantara untuk ibu mendapatkan kacamata khusus penderita Glaukoma dari WHO. Alhamdulillah, saat ini ibu bisa beraktivitas seperti semula, bahkan bisa mengaji hingga 3 jus per hari, sebuah hal yang dulu sempat dianggap  mustahil untuk dilakukan kembali. Sungguh, nikmat manakah yang kau dustakan?

Bisa dibilang, ini hanyalah secuil contoh kisah yang harus saya syukuri. Selain itu, tentu banyak hal mengagumkan yang tentunya wajib disyukuri, namun tak perlu dijelaskan. Ketika memikirkan proses kehidupan yang sudah atau sedang dijalani seperti ini, tidak bisa tidak, untuk kita mengaitkan niat awal dengan hasil akhir.

Bismillah.. Apapun resolusimu di tahun 2020, tetaplah selalu berbaik sangka pada ketetapan Allah. Bismillah.. untuk semua yang terbaik menurut Allah. Percayalah, ketika kita hanya berserah pada-Nya, hikmah dan jalan keluar akan benar-benar terbuka.

Dan sebagai manusia, tak perlu lah kita sok tau... Karena sejatinya, yang kita sukai belum tentu baik dan membawa kebaikan untuk hidup dalam jangka panjang. Begitupun sebaliknya. Bisa jadi, justru dengan cara jatuh-bangun ini, adalah cara Tuhan untuk memperbaiki hidupmu.

Oh ya, satu lagi, jangan sampai seringnya aktivitas scroll di medsos atau melihat kehidupan orang lain, memengaruhi cara berpikir dan merasa. Jangan sampai kita merasa hidup si A lebih enak, sedangkan hidup kita jauh kekurangan atau begini-begini saja. Ingat, kamu hanya tidak tahu perjuangannya yang berdarah-darah, karena yang ditampilkan hanyalah kebahagiaan atau pencapaian.

Bagaimana kalau dari sekarang, kita mulai bersyukur banyak-banyak atas pencapaian atau apapun yang ada dalam hidup kita. Tak perlu kecewa jika ada doa yang belum menjadi kenyataan, karena Allah lebih tahu waktu terbaik untuk mewujudkan. Yakini saja kalau akhir dari semua ini pasti bahagia. Aamiin..

Untuk diri, terima kasih telah mengambil banyak peran. Jatuh - bangun, patah - tumbuh; semua jadi pelajaran. Jangan lupa terima kasih pada Tuhan karena telah menguatkan. Semoga harapan dan doa yang dihaturkan, segera menjadi kenyataan. 

Selamat datang tahun yang baru, semoga Allah senantiasa melindungi kita dalam keteguhan iman dan Islam. 

Pamekasan, 31 Desember 2019

Senin, 24 Juni 2019

Bertumbuh bersama Masalah


Bukan dunia namanya jika tidak ada suka dan duka. Karena memang seperti itulah tujuan dunia ini dicipta. Keduanya akan tiba silih berganti sesuai masa. Pun percuma jika kau berusaha tuk mengingkari, karena segalanya telah tertakdirkan dengan pasti.
-----
Sewaktu SMA, entah kenapa berbeda dengan kebanyakan kelas lain yang umumnya akan meng-quote kata bernada semangat atau motivasi, kelas saya justru menampilkan tajuk 'Bersahabatlah dengan masalah'. Sebuah tulisan yang terpampang nyata di dinding kelas untuk selalu mengingatkan bahwa sejatinya hidup itu sendiri adalah masalah, dan tidak ada pilihan lain selain mencoba bersahabat dengannya.

Tentu, makna 'masalah' yang dulu kami pahami sangat jauh berbeda dengan pemaknaan yang telah berproses oleh waktu. Karena sejatinya, masalah memang demikian bukan? Diberikan sesuai kemampuan.

Yah, ini juga tentang bersyukur dan sudut pandang masing-masing.

Setiap orang pasti punya masalah, punya sedihnya masing-masing. Pun demikian dengan bahagia. Jadi, seberat apapun masalahmu, jangan mengira semesta jahat padamu. Kamu hanya sedang diuji!

Mengeluh, boleh saja. Karena itu menandakan kita sebagai manusia yang lemah dan penuh kekurangan. Tapi, jangan sampai karena saking seringnya mengeluh kita sampai lupa untuk berterima kasih. Padahal sebenarnya, jika kita jeli, nikmat Allah pun tetap ada di setiap masalah itu sendiri.

Saya pribadi, dari segala masalah dan ujian yang hadir --baik bagi diri sendiri, keluarga, ataupun teman terdekat-- hingga proses ketika melewati setiap perjalanannya, kian percaya akan kasih sayang Allah SWT yang senantiasa menemani.

Sama halnya seperti saya, pahami baik-baik kalimat di bawah ini, dear.

Kamu tidak harus berubah. Banyak yang memaksakan diri untuk berubah, ujung-ujungnya malah kembali kepada dirinya yang semula --diri yang penuh cela, diri yang ingin diganti.

Namun, kamu harus bertumbuh. Pilihlah untuk menjadikan masalah dan perjalanan sebagai pelajaran hidup yang membuat dirimu semakin 'kaya'. Biarkan rangkaian perjalanan itu membuat dirimu dipahamkan --mengubah dirimu.

Tumbuhlah besar; besar ilmu, besar amal, besar cita-cita, besar cinta, besar ikhlas, besar tawakkal, sabar, dan syukurmu. Dan, bukan besar kepalamu.


Tumbuhlah dewasa. Kamu tak pernah terlalu muda untuk itu.
Dan benar, selama hidup kita memang harus bersahabat dengan masalah dan dari sanalah kamu bisa bertumbuh. ;)

Nb. Foto adalah cover salah satu buku antologi saya. Kurang lebih isinya juga tentang bagaimana orang-orang akhirnya bisa memahami bahwa ada pelangi selepas hujan, bahwa pasti ada hikmah di balik ujian. 

Senin, 28 Januari 2019

Berhenti Berbicara Negatif kepada Diri Anda, Sekarang!

"Berprasangka baik bisa memunculkan yang tak terlihat, merasakan yang tak berwujud, dan mendapatkan yang tak mungkin. Berita baiknya, prasangka baik bisa dilatih!"

Percaya nggak kalo kata-kata itu punya kekuatan?

Ya, ternyata ini nggak hanya bualan para motivator atau pakar komunikasi, lo. Ada sebuah penelitian yang menjelaskan kekuatan kata-kata ini melalui medium air. Sang peneliti, Dr. Masaru Emoto menguji relasi antara pikiran dan materi ini dengan menggunakan kristal-kristal air. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa kristal air bisa berubah ketika pikiran yang spesifik dan terpusat diarahkan ke air tersebut. Hasilnya pun cukup mencengangkan. Ketika dipaparkan kata-kata positif atau indah, seperti cantik, terima kasih, atau yang lainnya, kristal air akan membentuk pola yang kompleks, berwarna-warni, dan membentuk heksagonal yang sempurna. Sebaliknya, ketika dipaparkan kata bernada negatif seperti jelek, takut, atau yang lain, maka akan terbentuk kristal yang tak beraturan dan buram.

Lalu, apa hubungannya dengan kita? Itu kan air... Yah, benar itu hanya air. Tapi, jangan lupa bahwa 70% dari tubuh manusia adalah air. Masya Allah...

Jadi, nggak heran banyak pakar komunikasi yang menyebutkan bahwa kata-kata yang diucapkan atau bahkan hanya dipikirkan secara berulang-ulang --untuk diri sendiri maupun orang lain-- akan membentuk mindset. Itu artinya, kata-kata memiliki daya. Kata-kata bisa membentuk masa depan dan mentransformasi diri kita ke dalam hal-hal yang menakjubkan. Disadari atau tidak, kata-kata yang diucapkan untuk diri sendiri bisa menentukan hasil serta tujuan yang hendak dicapai. Jika kita kerap menggunakan kata-kata positif, tentu kita juga akan dipenuhi energi positif. Begitupun sebaliknya.

Nah, karena kata-kata bisa menjadi motivasi sekaligus mendemotivasi, tentu kita nggak boleh dong asal ngomong. Sama halnya seperti kata 'terima kasih', 'tolong', atau kata-kata lain yang dianjurkan untuk diucapkan, terdapat pula kata-kata yang sebaiknya kita hindari. Apa saja? Yuk, cekidot!

1. Tapi

Sebagian besar dari kita pasti pernah atau bahkan sering menggunakan kata 'tapi'. Misalnya, "... Tapi kan, aku masih capek. "... Tapi kan, aku dari keluarga biasa-biasa aja...", "... Tapi kan, kita masih muda....", "Tapi kan, aku belum punya ilmunya", etc. Ya, ternyata dalam beberapa kasus --dalam hal ini kalimat--, kata "tapi/tetapi" tidak hanya berfungsi sebagai kata penghubung intrakalimat untuk menyatakan hal yang bertentangan, tetapi juga bisa bermakna negatif. Coba deh dipahami lebih saksama, contoh-contoh tadi cenderung membuat kita down atau menurunkan semangat nggak sih? Iya.

Solusinya, coba ganti atau pasangkan kata tersebut dengan 'walaupun atau meskipun'. Jadi, "Walaupun aku dari keluarga biasa-biasa aja, tapi aku harus menjadi pribadi yang luar biasa", "meskipun kita masih muda, kita tetap bisa kok berkontribusi", dll. Maknanya jadi berbeda, bukan?

2. Seandainya/Andai

"Seandainya aja aku tidak terlambat"
"Coba seandainya aku hijrah dari dulu yaa..."
"Andai yaa aku jadi anak orang kaya"

Sebenarnya, jika dilihat dari satu sisi, kalimat pengandaian yang pertama dan kedua itu bisa bermakna positif. Menyiratkan rasa penyesalan, yang jika kita bisa memanaje-nya itu bisa menjadi cambuk untuk memperbaiki diri. Tapi, sebaliknya, alih-alih bisa menjadi kalimat positif, kata 'seandainya' juga rentan bermakna penyesalan yang cenderung merutuki diri atau nasib. Nauzubillah, sikap seperti ini bisa membuat terputusnya kita dari Rahmat Allah. Belum lagi, berangan-angan atau berandai-andai itu juga merupakan pintu masuknya setan, Lo. Ngeri kan...

Jadi, harus bagaimana? Ganti kata pengandaian tersebut dengan "Qodarullah", sudah menjadi takdir Allah. Percayalah, tak ada apa-apa yang ditakdirkan Allah selain untuk kebaikan. Bisa jadi, kita tidak ditakdirkan untuk menjadi anak orang kaya agar kita tahu manisnya perjuangan. Bisa jadi Allah membuat kita datang terlambat, karena ingin menyelamatkan kita dari suatu hal. Wallahu'alam.

3. Kebetulan

Pernah nggak kita mengalami suatu momen atau peristiwa yang memang kita inginkan dan semesta juga mendukung.

"Yaa Allah.. Kebetulan banget yaa kita ketemu di sini"

Pernah? Saya sih iya.

Tahukah kita bahwa segala kejadian yang kita sebut kebetulan sebenarnya bukanlah sebuah kebetulan. Melainkan sebuah kebenaran yang 100% telah dirancang oleh Allah SWT. Banyak sekali kebetulan yang hadir dalam kehidupan kita dan sebenarnya itu merupakan God's Sign. Semisal, pertemuan kita dengan seseorang --entah itu teman lama atau orang baru--, bisa jadi itu juga God's Sign yang menyimpan suatu tujuan dari Allah. Apa tujuannya? Entahlah... Bisa jadi agar kita kembali bersilaturahmi, bisa menjadi jalan pembuka rezeki, atau bahkan bisa menjadi jodoh, hahaha.. yang jelas, God's Sign itu pasti merupakan hal yang baik.

So, mulai saat ini kita harus peka ya terhadap kebetulan yang hadir dalam hidup kita. Barangkali itu merupakan petunjuk dari-Nya yang sengaja dihadirkan untuk mengarahkan kita kepada tujuan baik yang tidak kita persiapkan sebelumnya. Dan apabila kebaikan itu telah terjadi, segeralah berterima kasih kepada Allah atas segala petunjuk yang telah diberikan. Semoga kita menjadi orang yang peka, yang mampu memaknai segala petunjuk-Nya. Aamiin...


Tulisan ini disarikan dari materi video "Emosional Power" di Muslimah Institute. Karena videonya hanya durasi pendek, dan saya harus menjabarkannya melalui tulisan panjang lebar, 4 kata lainnya di postingan selanjutnya yaa... :) Harus diramu dulu biar jadi tulisan yang renyah.