Selasa, 14 Februari 2017

Menanti dalam Taat


Banyak orang yang mengatakan bahwa menunggu adalah pekerjaan paling membosankan. Kata mereka, menunggu adalah pekerjaan pasif dan melelahkan. Bagaimana tidak, jika waktu yang ada hanya digunakan untuk duduk, diam, dan berharap segala yang diinginkan akan datang. Sungguh non sense memang. 

Dalam hal cinta, beberapa orang, bahkan mungkin sebagian besar lebih meyakini bahwa cinta harus dikejar, bukan ditunggu. Alhasil, tak jarang aku melihat mereka yang tergopoh-gopoh, dan merasa galau karena kesendirian, karena kejombloan. “kalau hanya ditunggu, gimana cinta mau datang?” begitu kata mereka.

Lalu, mereka menyarankan bahwa cinta itu harus dicari, dikejar, bukan hanya ditunggu. Ya, menunggu dan mengejar adalah dua pekerjaan yang saling bertolak belakang. Jika mereka bilang menunggu adalah pertanda kelemahan, maka mengejar adalah tindakan aktif dan tidak membosankan. Dengan mengejar, seseorang telah beberapa langkah lebih dekat dengan apa yang dia inginkan. Bisa memotong waktu, dan memangkas jarak. Kata mereka, dengan sikap seperti ini seseorang bisa memperkirakan seberapa jauh atau seberapa dekat lagi dengan apa yang ingin diraih. Yang pasti, Waktu tidak akan terpakai dengan sia-sia.

Opini tersebut tentu tak salah. Bahkan untuk beberapa hal, seperti mimpi dan cita-cita, memang seharusnya demikian. Namun, untuk diterapkan dalam cinta, menurutku tidak sepenuhnya benar. Bukan berarti aku tak mengharapkan kedatangan cinta, justru aku sangat mengharapkannya. Tapi, bukan berarti pula aku harus mengejarnya dengan pacaran bukan? aku tetap akan mengejarnya, dengan caraku menunggu.

Aku akan menunggu. Tapi bukan berarti aku akan mendedikasikan setiap detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun hanya untuk menyambut sebuah kedatangan cinta. Aku akan menunggu, dan menjadikan penantian ini sebaik-baiknya penantian yang pada akhirnya akan membuahkan kesiapan. Hingga kelak waktu itu tiba, tak ada lagi ragu untuk menyambutmu. Cinta dalam ikatan Ilahi. 

Bagiku, menunggu juga perkara melebarkan kesabaran. Namun, juga tak ada alasan untuk percaya bahwa penantian ini akan sia-sia. Aku percaya, bahwa semua ada masanya. Allah maha tahu waktu terbaik dari segala sesuatu. Allah juga tak akan pernah mengingkari janjinya.

Yang terpenting saat ini, bagaimana aku dan kamu menjadikan waktu penantian ini dengan sebaik-baiknya. Alam semesta memang sudah mengatur langkah kita untuk bertemu, namun bukan berarti kita terlepas dari tanggungjawab untuk menjaga langkah kita sendiri. Dibutuhkan usaha untuk terus bisa menyelaraskan langkah bersama, dalam penantian ini. Yang tak lain dan tak bukan adalah sama-sama memperbaiki diri.

Aku pernah membaca sebuah kalimat, bahwa cinta hakikatnya adalah sebuah perjalanan. Dan ketika saat ini kita masih dalam penantian, anggap saja perjalanan yang harus kita lalui melibatkan lebih banyak belokan dan putaran daripada orang lain. Yang harus kita lakukan adalah terus percaya bahwa pada saatnya, kita akan dibawa ke titik akhir. Titik pertemuan.

Ketika nanti aku sudah bertemu denganmu yang tergariskan, kamu dan aku akan sama-sama mengerti bahwa perjalanan panjang yang kita alami adalah hukum alam. Seperti apa-apa yang terjadi selama ini dalam hidup, merupakan pahatan jalan yang akhirnya pasti berujung. Semua terasa benar. Dan akan terasa indah pada waktunya.


Untukmu calon imamku,
kutulis kisah ini di malam-malamku yang panjang
Bagai goresan getar hati dalam rindu yang tertahan
Untukmu, seseorang yang akan menemaniku di masa depan
Kamu… siapa kamu? Siapa namamu? Di mana kamu berada?
Aku menantimu bersama semua pengabdianku yang tertunda
Bersama segenap cinta yang tak akan sempurna
Bila engkau tak kunjung hadir di hadapanku

Untukmu calon imamku, yang aku tidak tahu di mana engkau berada
Suatu saat bila engkau datang, tolong cintai aku karena Allah
Bimbinglah aku
Jadilah imam dalam shalatku
Izinkan bakti dan taatku menyatu bersama senyum di wajah teduhmu
Izinkan cinta dan rinduku terpatri kuat di dalam hati dan pikiranmu

Untukmu calon imamku yang entah sedang apa
Ketahuilah, aku ini adalah orang asing untukmu
Nanti terangkanlah apa-apa yang tidak kumengerti darimu
Terangkanlah apa-apa yang tidak engkau sukai
Agar aku bisa mengenalmu secara utuh

Untukmu calon imamku yang sedang memantaskan dirinya di hadapan Allah
Ketahuilah, bahwa aku pun di sini selalu menantimu dalam taat
Menanti untuk menjadi belahan jiwamu, menanti untuk menjadi penyejuk hatimu.

Kau yang tertulis di lauhul mahfudz, kau adalah rahasia terbesarku
Kehadiranmu.. menyempurnakan hidupku
Kau yang kusebut di dalam doaku, kau yang menjadi imam di hidupku
Kehadiranmu.. menyempurnakna imanku
Ku menunggu… dalam sabarku
Ku ikhlaskan semua harapanku
Bersamamu di masa depanku
Membangun cinta… membangun surga.. menggapai ridho-Nya.
Dan aku... menanti menjadi bidadari untukmu
Sampai bertemu di suatu masa
Calon imamku…
(Untukmu calon imamku - Meyda Safira)

Dan nyatanya memang benar, perkara jodoh bukan hanya sekadar perkara penantian dan ikhtiar, namun juga rencana Tuhan yang amat berkesan. 
Seperti kata mbak Nurul Kontenesia, Percayalah, suatu hari akan ada laki-laki yang bersungguh-sungguh padamu untuk membersamai hidup, bukan sekedar cinta sebatas degup. :)

Pamekasan, 14-02-17

0 komentar:

Posting Komentar