Beberapa hari terakhir ini entah kenapa
saya lagi kangen! Kangen dengan buku-buku yang dulu selalu menemani. Kangen melihat
jejeran buku di perpustakaan yang selalu mampu membuat betah. Termasuk, kangen
nge-mall dan nongkrong di Gramedia, refreshing mata yang meski akhirnya ada
sesak karena hanya mampu membeli satu-dua buku saja.
Hmm... Meski bukan bermaksud merutuki nasib
tinggal di kota kecil, nyatanya di saat seperti ini saya sedih karena di sini
nggak ada toko buku besar. Nongkrong di perpustakaan pun seolah tak lagi sama.
Tak sebebas dulu ketika masih muda alias masih menjadi mahasiswa. Yah, namanya
juga proses hidup, Rin!
Akhirnya, ngebuka deh beberapa aplikasi
buku digital dan nemu sebuah kutipan menarik dari Kuntowijoyo. Yang isinya
kurang lebih begini;
'Sebagai hadiah, malaikat menanyakan apakah
aku ingin berjalan di atas Mega. Dan aku menolak, karena kaki ku masih di bumi.
Sampai kejahatan terakhir dimusnahkan, sampai Dhuafa & Mustadh'afin
diangkat Tuhan dari penderitaan'.
Pemikiran Kuntowijoyo ini secara tidak
langsung memaksa saya untuk mengaitkannya dengan 'paradigma profetik' yang
kemarin-kemarin sedang digaungkan di kampus. Sebuah spirit keilmuan dengan
meneladani semangat Rasulullah. Sebuah semangat untuk terlibat dalam sejarah
kehidupan kemanusiaan, dan bukan untuk menjadi mistikus atau ilmuwan mendewa yang
hanya puas dengan pencapaiannya sendiri.
Sebenarnya, dalam ranah ilmu sosial yang
selama ini saya geluti, ini barangkali tak jauh berbeda dengan paradigma kritis.
Aih kan... Lagi-lagi ini akan kembali mengembalikan memori. Betapa akhirnya
saya pun harus mengakui kalau sebenarnya tidak hanya kangen dengan buku-buku
itu, tetapi juga dengan laku-laku di masa lalu.
Saat diri ini masih sangat bebas untuk
melangkah dan berpetualang. Ikut berbagai penelitian dosen yang kaya akan
pengalaman dan manfaat. Karena ini juga loh, sebenarnya saya bisa S2. Fyi,
dulunya, saya juga gak pernah ada niatan untuk kuliah S2 dan menjadi dosen,
hahahaha. Cita-cita saya dari SMA adalah ingin menjadi penulis, dan karena
aktivitas inilah saya berkesempatan untuk diajak bergabung dalam proyek-proyek
penelitian. Hingga akhirnya, saya cenderung menikmati dan sempat terbesit untuk
menjadi peneliti. Bahkan, setelah lulus S1, saya masih dengan gigihnya mencoba
peruntungan untuk menjadi peneliti di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Meski gagal di tes terakhir.
Qadarullah... Rencana Allah selalu jauh
lebih indah. Berkat dukungan keluarga dan dosen-dosen S1, dan tentunya ada kesempatan
dari Allah, saya bisa S2. Dipikir-pikir lagi, sebagai seorang --yang katanya--
modernis tetapi terkadang pemikiran masih konservatif, saya akhirnya sadar kalau
profesi peneliti barangkali kurang cocok untuk perempuan. Meski jiwa muda waktu
itu sedang bergejolak, saya tentu masih sangat sadar tentang kodrat seorang wanita.
Yang meski pada akhirnya nanti memilih berkarir, karirnya yang sekiranya tidak
mengorbankan keluarga. Gak bayangin kan, gimana suami dan anak saya kalau harus
ditinggal penelitian ke mana-mana, haha. Jadi, yah... Pilihan menjadi dosen
adalah yang terbaik. Tempat di mana saya akan tetap bisa mengembangkan semangat
belajar dan menulis.
Laku-laku lain yang juga tak kalah menuai
rindu adalah masa-masa berinteraksi dengan anak-anak, ketika masih aktif
melakukan pemberdayaan. Aktivitas 'Sekolah Sampah', taman 'Doli', sekolah sore
di kampung kumuh Surabaya Utara, dan beberapa anak yang kami temui di lokasi
penelitian yang menarik hati. Iya, sampai kami rela kembali mengunjungi daerah
itu untuk hanya sekadar bertemu dengan Ulit dan kawan-kawan. Apa daya ingin
menjadi orang tua asuh atau kakak asuh, tapi waktu itu kami belum bisa.
Kangen kalian gengs! Benar memang, mencari
teman yang seirama itu susah. Dan mempertahankannnya jauh lebih susah, apalagi
kalau sudah tidak sekota lagi seperti sekarang. Jujur, di tengah memori ini,
saya merasa hidup saya kok semakin kosong, ya. Semacam gak ada gitu kegiatan produktif
nan bermanfaat yang saya lakukan.
Tidak, saya tidak bermaksud menyesali
keputusan untuk kembali ke kampung halaman. Saya juga tidak bermaksud
menyederhanakan bagaimana saya berproses selama dua tahun terakhir. Karena
nyatanya, itupun penuh dengan pembelajaran dan pendewasaan. Saya hanya merasa
hampa, mungkin karena kangen kalian dan laku-laku di masa lalu yang patut
diapresiasi karena turut andil membentuk diri.
Manusia memang seperti ini, kan? Merindukan yang lalu dan mempertanyakan yang di depan!
Namanya juga manusia, Rin! Hidup ya untuk berproses, dari satu step ke step selanjutnya. Tentunya, dengan harapan penuh ke Sang Pencipta, semoga proses-proses kehidupan menghantarkan kita untuk lebih taat kepada-Nya.
Manusia memang seperti ini, kan? Merindukan yang lalu dan mempertanyakan yang di depan!
Namanya juga manusia, Rin! Hidup ya untuk berproses, dari satu step ke step selanjutnya. Tentunya, dengan harapan penuh ke Sang Pencipta, semoga proses-proses kehidupan menghantarkan kita untuk lebih taat kepada-Nya.
Mungkin memang ranahnya saat ini sudah
berbeda. Ranahnya bukan lagi untuk menjadi volunteer dan aktif di lapangan
(sosial kemasyarakatan). Pasti ada arena lain yang disiapkan Tuhan untuk bisa
kita maksimalkan. Fokus saja pada peranmu saat ini, untuk menjadi dosen yang
bisa memotivasi dan menjembatani mahasiswa. Bukankah katamu, kesempatan itu
harus ditularkan. Tak ada salahnya jika segala kesempatan yang dulu pernah
diterima, kini kamu tularkan pada generasi berikutnya, kan? Tentunya, sembari
terus berproses untuk menjalani peran selanjutnya, menjadi seorang istri dan
ibu.
Jangan lupa, niatnya dilurusin lillah, ya,
Rin! Lalu, jalankan prosesnya dengan benar, insha Allah akan ada hasil terbaik
menurut Allah, bukan menurut manusia.
Pegang juga kata-kata ini, 'kalau kita
nggak menghargai proses hari ini, lantas bagaimana cara kita mengapresiasi diri
kita di masa depan?
Apa kabar Ulit dan anak-anak di sana ya? Terakhir kalau nggak salah kita ke sana tahun 2014, setelah itu saya sibuk dengan kuliah S2 dan kalian dengan pekerjaan. Hingga akhirnya, ternyata kita bertiga ditakdirkan untuk sama-sama meninggalkan Surabaya; kota yang penuh kenangan.
0 komentar:
Posting Komentar