Saya seperti harus
mencari jawaban atas berbagai pertanyaan. Situasinya barangkali mirip dengan
yang tertulis pada lirik Cahaya Bulan buatan Eros. “Bagai letusan
berapi, bangunkan ku dari mimpi. Sudah waktunya berdiri, mencari jawaban
kegelisahan hati…”
Bulan Mei, bagaimanapun
selalu terasa special bagi saya. Tidak saja karena di salah satu harinya saya
akan memperingati hari kedatangan saya di dunia. Tapi, entahlah,,, yang saya
tahu, selalu banyak renungan dan harapan yang saya gantungkan di bulan ini.
Istilah kerennya, Refleksi dan Resolusi. Jika kebanyakan orang menjadikan
penghujung tahun sebagai moment untuk berefleksi, dan awal tahun sebagai ajang
tuk membuat resolusi, saya justru melakukan keduanya di bulan ini, bulan Mei.
Setiap tahun ketika
mulai memasuki bulan ini, saya akan selalu memutar kembali apa yang telah
terjadi. Sudahkah semua target yang saya tulis di mei tahun lalu penuh dengan
coretan tanda centang, yang artinya telah terlaksana? Sudahkah saya menepati
janji saya pada diri, tuk selalu menjadikan hari ini lebih baik dari hari yang
lalu? Ya, sama seperti tahun-tahun sebelumnya, mei kali ini pun sama.
Saya kembali merenungi
semuanya. Saya sungguh ingin tahu apakah memang orang-orang di usia saya atau
saya saja yang mengalami keresahan-keresahan tentang masa depan. Tentang tempat
berkarya dan mengabdi serta memaksimalkan potensi. Tentang teman satu visi,
satu pandangan, dan klik di hati. Tentang keinginan untuk berguna dan
membanggakan bagi tempat kita tumbuh besar. Atau tentang pasangan, belahan
jiwa, yang kita percayai ada, tapi entah masih belum juga mendampingi.
Mei 2013, menjadi bulan
puncak dari perjuangan saya selama menempuh studi strata-1 di Sosiologi
Universitas Negeri Surabaya. Perjuangan yang tentu tak mudah, tapi telah
berhasil menjadi salah
satu potongan episode hidup yang paling berarti dan saya rindukan saat ini. Saya
mengerti betul, bahwa saat itu pulalah, saya harus memulai tapak langkah kaki
saya tuk menuju dunia yang sebenarnya, dunia kedewasaan.
Setelah resmi menjadi
sarjana, rasanya tidak salah bila saya memiliki banyak mimpi yang menunggu
untuk dituntaskan. Berbagai kesempatan kerja yang datang tidak ingin saya
lewatkan. Mengirim surat lamaran ke berbagai tempat menjadi agenda yang memenuhi
kegiatan saya selanjutnya. Ada semangat yang berkobar di dalam hati bahwa ini
adalah saat yang tepat untuk membayar setiap pengorbanan orangtua.
Membahagiakan mereka menjadi tujuan terbesar selanjutnya.
Menjalani fase ini
menjadikan saya mengerti bahwa masa setelah lulus kuliah memang menjadi sebuah
tonggak sejarah yang penting dalam perjalanan hidup seorang sarjana baru.
Mencari pekerjaan yang pas, seperti halnya menjadi jodoh. Apalagi mencari
pekerjaan atau karier yang berhubungan dengan passion, tujuan, dan mimpi-mimpi
hidup yang kadang kala menjadi tertawaan orang lain.
Sungguh, bukan hal yang
mudah untuk memantapkan diri selesai kuliah. Begitu banyak keinginan dan
tuntutan yang terus hadir dalam kehidupan. Tuntutan dari diri sendiri,
keluarga, lingkungan, dan kadang tuntutan yang berasal dari cermin social.
Dilema orang yang sudah lulus kuliah adalah menentukan arah hidupnya.
Tahun-tahun pertama akan menjadi tahun pembuktian diri. Lalu, tahun selanjutnya
akan diikuti oleh pertanyaan, sudah benarkah jalan yang dipilih ini?
Dan saya mulai
merasakannya di Mei 2014. Saat itu saya memang telah memiliki pekerjaan, meski
saya tahu betul bahwa pekerjaan saya kala itu sangat jauh dari passion yang
selama ini saya tekuni. Ah, rasanya hari-hari terlalu berharga jika hanya diisi
dengan keluhan atau merutuki nasib tentang pekerjaan. Pekerjaan yang sudah
ditukar dengan separuh waktu yang dimiliki setiap orang dalam sehari
adalah sesuatu yang harus disyukuri
lebih dari sekedar nilai rupiah atau satuan mata uang yang ada. Ya, saya
mensyukurinya. Tapi, saya juga tidak bisa berlama-lama membohongi diri. Hidup
juga terlalu singkat untuk menjadi orang lain.
“Jika kau ingin
melompat ke laut, jangan ragu dan melompatlah dengan segenap kekuatanmu..”
Saya kembali merenung.
Jujur, waktu itu saya sedikit kebingungan. Melihat sekitar dan kembali
mempertanyakan, sebenarnya saya hendak berlari kemana? Jalan apa yang ingin saya
tempuh? Dan jalur mana yang harus saya ambil?
Hingga akhirnya, saya
mulai memantapkan diri. Bahwa itu adalah tempat dimana saya ingin percaya
kepada diri dan tetap menghadapinya. Itu adalah tempat dimana saya ingin
berangan-angan untuk bisa mempersembahkan yang terbaik. Meski sejujurnya, saat
itu saya sangat khawatir. Karena saya tidak tahu apa yang akan terjadi setelah
hari itu. Memilih melepaskan diri dari kenyamanan demi menuruti kata hati dan
passion, yang bahkan hari esok pun belum kita ketahui apa yang akan terjadi,
tentu tidak mudah bukan?
Tidak ada cara lain,
selain saya harus melakukan yang terbaik di jalan yang telah saya pilih. Saya
memutuskan untuk memperdalam ilmu dengan kembali menempuh pendidikan strata-2
di Universitas Airlangga sembari terus mengasah kemampuan dan mengembangkan
passion menulis saya. Hampir satu tahun saya berkutat dengan pekerjaan
administrative perkantoran, menyadarkan saya bahwa dunia keilmuan, dunia
literasi, adalah dunia saya yang sebenarnya.
Dan hari ini, mei 2015
telah datang. Sebenarnya, banyak resolusi yang harusnya telah terlaksana di
tahun ini. Salah satu diantara yang terlaksana itu adalah saya bisa melanjutkan
S2. Meski tidak di Leiden, atau di Jepang, seperti impian saya. Resolusi besar
lainnya adalah menikah. Saya lupa tepatnya kapan saya menulis resolusi cinta itu,
tapi yang jelas disitu saya pernah menulis bahwa saya ingin menikah di Mei
2015. Lalu, sudah terlaksanakah? Jawabannya, sepertinya Allah masih menyuruh
saya tuk menuntaskan mimpi-mimpi saya terlebih dulu, sebelum akhirnya kembali
berjuang bersama dengan dia yang telah tertakdirkan.
Berbicara tentang menuntaskan
mimpi, saya berharap di tahun ini saya bisa menghasilkan dua karya besar. Yakni
tesis dan buku saya. Ya, sudah sejak lama saya memimpikan saya bisa menerbitkan
buku. Dan tahun ini, buku itu harus lahir. Karya-karya awal saya harus lahir di
tahun ini. Dan di tahun depan saya berharap saya sudah bisa focus berkarya,
mengabdi, dan membangun keluarga.
Tak mengapa jika saat
ini saya masih sering merasa, dan juga mulai khawatir saat teman-teman sudah
mulai mapan dengan pekerjaannya, atau satu persatu mulai bahagia dengan
pasangannya. Sementara saya masih sibuk dengan diktat, tugas kuliah, proposal
tesis, dan sebentar lagi tesis. Ah, bukankah setiap orang memiliki jalannya
sendiri. Sesuatu yang tertunda bukan berarti tak pantas mendapatkannya, bukan?
Anggap saja perjalanan yang harus saya lalui melibatkan lebih banyak belokan
dan putaran daripada orang lain. Anggap saja, penundaan ini ada untuk
mempersipkan saya lebih matang, lebih dewasa, dan lebih berkualitas.
Mungkin, perjalanan ini
masih terasa sangat panjang. Namun, saya tetap yakin bahwa ujung tepian akan
selalu ada di depan sana. Semua ini adalah fase hidup yang akan terlewati
seiring waktu.
Semoga di mei tahun
depan, Allah telah berkenan untuk mengabulkan resolusi saya. Saya percaya,
kerja keras tidak akan pernah mengkhianati. Allah juga tidak akan pernah
mengingkari janji. Dia yang Maha tahu waktu terbaik-Nya.
0 komentar:
Posting Komentar