Jumat, 01 Mei 2015

Mei 2015, Sebuah catatan



Saya seperti harus mencari jawaban atas berbagai pertanyaan. Situasinya barangkali mirip dengan yang tertulis pada lirik Cahaya Bulan buatan Eros. “Bagai letusan berapi, bangunkan ku dari mimpi. Sudah waktunya berdiri, mencari jawaban kegelisahan hati…

Bulan Mei, bagaimanapun selalu terasa special bagi saya. Tidak saja karena di salah satu harinya saya akan memperingati hari kedatangan saya di dunia. Tapi, entahlah,,, yang saya tahu, selalu banyak renungan dan harapan yang saya gantungkan di bulan ini. Istilah kerennya, Refleksi dan Resolusi. Jika kebanyakan orang menjadikan penghujung tahun sebagai moment untuk berefleksi, dan awal tahun sebagai ajang tuk membuat resolusi, saya justru melakukan keduanya di bulan ini, bulan Mei.

Setiap tahun ketika mulai memasuki bulan ini, saya akan selalu memutar kembali apa yang telah terjadi. Sudahkah semua target yang saya tulis di mei tahun lalu penuh dengan coretan tanda centang, yang artinya telah terlaksana? Sudahkah saya menepati janji saya pada diri, tuk selalu menjadikan hari ini lebih baik dari hari yang lalu? Ya, sama seperti tahun-tahun sebelumnya, mei kali ini pun sama.

Saya kembali merenungi semuanya. Saya sungguh ingin tahu apakah memang orang-orang di usia saya atau saya saja yang mengalami keresahan-keresahan tentang masa depan. Tentang tempat berkarya dan mengabdi serta memaksimalkan potensi. Tentang teman satu visi, satu pandangan, dan klik di hati. Tentang keinginan untuk berguna dan membanggakan bagi tempat kita tumbuh besar. Atau tentang pasangan, belahan jiwa, yang kita percayai ada, tapi entah masih belum juga mendampingi.

Mei 2013, menjadi bulan puncak dari perjuangan saya selama menempuh studi strata-1 di Sosiologi Universitas Negeri Surabaya. Perjuangan yang tentu tak mudah, tapi telah berhasil menjadi salah satu potongan episode hidup yang paling berarti dan saya rindukan saat ini. Saya mengerti betul, bahwa saat itu pulalah, saya harus memulai tapak langkah kaki saya tuk menuju dunia yang sebenarnya, dunia kedewasaan.
Setelah resmi menjadi sarjana, rasanya tidak salah bila saya memiliki banyak mimpi yang menunggu untuk dituntaskan. Berbagai kesempatan kerja yang datang tidak ingin saya lewatkan. Mengirim surat lamaran ke berbagai tempat menjadi agenda yang memenuhi kegiatan saya selanjutnya. Ada semangat yang berkobar di dalam hati bahwa ini adalah saat yang tepat untuk membayar setiap pengorbanan orangtua. Membahagiakan mereka menjadi tujuan terbesar selanjutnya.

Menjalani fase ini menjadikan saya mengerti bahwa masa setelah lulus kuliah memang menjadi sebuah tonggak sejarah yang penting dalam perjalanan hidup seorang sarjana baru. Mencari pekerjaan yang pas, seperti halnya menjadi jodoh. Apalagi mencari pekerjaan atau karier yang berhubungan dengan passion, tujuan, dan mimpi-mimpi hidup yang kadang kala menjadi tertawaan orang lain.

Sungguh, bukan hal yang mudah untuk memantapkan diri selesai kuliah. Begitu banyak keinginan dan tuntutan yang terus hadir dalam kehidupan. Tuntutan dari diri sendiri, keluarga, lingkungan, dan kadang tuntutan yang berasal dari cermin social. Dilema orang yang sudah lulus kuliah adalah menentukan arah hidupnya. Tahun-tahun pertama akan menjadi tahun pembuktian diri. Lalu, tahun selanjutnya akan diikuti oleh pertanyaan, sudah benarkah jalan yang dipilih ini?

Dan saya mulai merasakannya di Mei 2014. Saat itu saya memang telah memiliki pekerjaan, meski saya tahu betul bahwa pekerjaan saya kala itu sangat jauh dari passion yang selama ini saya tekuni. Ah, rasanya hari-hari terlalu berharga jika hanya diisi dengan keluhan atau merutuki nasib tentang pekerjaan. Pekerjaan yang sudah ditukar dengan separuh waktu yang dimiliki setiap orang dalam sehari adalah  sesuatu yang harus disyukuri lebih dari sekedar nilai rupiah atau satuan mata uang yang ada. Ya, saya mensyukurinya. Tapi, saya juga tidak bisa berlama-lama membohongi diri. Hidup juga terlalu singkat untuk menjadi orang lain.

“Jika kau ingin melompat ke laut, jangan ragu dan melompatlah dengan segenap kekuatanmu..”

Saya kembali merenung. Jujur, waktu itu saya sedikit kebingungan. Melihat sekitar dan kembali mempertanyakan, sebenarnya saya hendak berlari kemana? Jalan apa yang ingin saya tempuh? Dan jalur mana yang harus saya ambil?

Hingga akhirnya, saya mulai memantapkan diri. Bahwa itu adalah tempat dimana saya ingin percaya kepada diri dan tetap menghadapinya. Itu adalah tempat dimana saya ingin berangan-angan untuk bisa mempersembahkan yang terbaik. Meski sejujurnya, saat itu saya sangat khawatir. Karena saya tidak tahu apa yang akan terjadi setelah hari itu. Memilih melepaskan diri dari kenyamanan demi menuruti kata hati dan passion, yang bahkan hari esok pun belum kita ketahui apa yang akan terjadi, tentu tidak mudah bukan?

Tidak ada cara lain, selain saya harus melakukan yang terbaik di jalan yang telah saya pilih. Saya memutuskan untuk memperdalam ilmu dengan kembali menempuh pendidikan strata-2 di Universitas Airlangga sembari terus mengasah kemampuan dan mengembangkan passion menulis saya. Hampir satu tahun saya berkutat dengan pekerjaan administrative perkantoran, menyadarkan saya bahwa dunia keilmuan, dunia literasi, adalah dunia saya yang sebenarnya.

Dan hari ini, mei 2015 telah datang. Sebenarnya, banyak resolusi yang harusnya telah terlaksana di tahun ini. Salah satu diantara yang terlaksana itu adalah saya bisa melanjutkan S2. Meski tidak di Leiden, atau di Jepang, seperti impian saya. Resolusi besar lainnya adalah menikah. Saya lupa tepatnya kapan saya menulis resolusi cinta itu, tapi yang jelas disitu saya pernah menulis bahwa saya ingin menikah di Mei 2015. Lalu, sudah terlaksanakah? Jawabannya, sepertinya Allah masih menyuruh saya tuk menuntaskan mimpi-mimpi saya terlebih dulu, sebelum akhirnya kembali berjuang bersama dengan dia yang telah tertakdirkan. 

Berbicara tentang menuntaskan mimpi, saya berharap di tahun ini saya bisa menghasilkan dua karya besar. Yakni tesis dan buku saya. Ya, sudah sejak lama saya memimpikan saya bisa menerbitkan buku. Dan tahun ini, buku itu harus lahir. Karya-karya awal saya harus lahir di tahun ini. Dan di tahun depan saya berharap saya sudah bisa focus berkarya, mengabdi, dan membangun keluarga.

Tak mengapa jika saat ini saya masih sering merasa, dan juga mulai khawatir saat teman-teman sudah mulai mapan dengan pekerjaannya, atau satu persatu mulai bahagia dengan pasangannya. Sementara saya masih sibuk dengan diktat, tugas kuliah, proposal tesis, dan sebentar lagi tesis. Ah, bukankah setiap orang memiliki jalannya sendiri. Sesuatu yang tertunda bukan berarti tak pantas mendapatkannya, bukan? Anggap saja perjalanan yang harus saya lalui melibatkan lebih banyak belokan dan putaran daripada orang lain. Anggap saja, penundaan ini ada untuk mempersipkan saya lebih matang, lebih dewasa, dan lebih berkualitas.

Mungkin, perjalanan ini masih terasa sangat panjang. Namun, saya tetap yakin bahwa ujung tepian akan selalu ada di depan sana. Semua ini adalah fase hidup yang akan terlewati seiring waktu.

Semoga di mei tahun depan, Allah telah berkenan untuk mengabulkan resolusi saya. Saya percaya, kerja keras tidak akan pernah mengkhianati. Allah juga tidak akan pernah mengingkari janji. Dia yang Maha tahu waktu terbaik-Nya.

Surabaya, 1 Mei 2015

0 komentar:

Posting Komentar