Hai Adikku…
Bagaimana kabarmu hari
ini? Masih terasa beratkah hari-harimu? Ya, sepertinya untuk masalah itu tak
perlu kutanya lagi, karena aku juga tahu bahwa saat ini kita sama-sama tengah
terseok-seok dalam perjalanan mimpi ini. Perjalanan yang tentu tak mudah, tapi
tetap harus disyukuri.
Aku sengaja menulis
surat ini untukmu, ya, untukmu adikku yang hari ini tengah memperingati hari
kedatangannya di dunia. Semoga surat pendek ini mampu memberikan suntikan
semangat untukmu, juga untukku, untuk masa depan kita.
Saat aku menulis surat
ini, mungkin seharusnya kau telah menyandang gelar sarjanamu, jika patokannya
adalah standart masyarakat pada umumnya. Tapi, karena kau memilih jalur khusus,
jalur yang tidak semua orang bisa dan mau untuk memilihnya, jadi saat ini kau
masih bergulat dalam perjuangan untuk menggapainya. Bukankah semakin besar
mimpi, gunung yang harus kau daki juga akan semakin tinggi?
Adikku, aku tahu kalau
kau memiliki mimpi yang besar. Kau ingin mendaki gunung yang tinggi, bukan
hanya sekedar bukit kan? Namun, lamanya waktu untuk mencapai kesana seringkali
membuatmu hilang semangat. Sama halnya seperti dirimu, aku juga merasakan hal
yang sama. Sering aku bertanya, mengapa jalanku untuk sukses terasa lebih lama
dari yang lain? Lalu, perlahan keraguan itu menyelusup dan menjadikan kita seolah
berada di persimpangan jalan, yang menuntut kita untuk memilih, meneruskan
perjalanan yang terasa masih panjang atau memilih untuk pulang dalam
kenyamanan.
Saat keraguan itu hadir,
mungkin memang ada baiknya jika kita kembali mengingat saat pertama kali kita
mengambil keputusan ini. Juga ada ragu disana. Tapi, nyatanya kita paham bahwa
mengambil keputusan barulah permulaannya. Saat orang mengambil keputusan,
berarti dia telah menceburkan diri dalam arus deras yang akan membawanya ke
tempat-tempat yang tak pernah dibayangkannya. Dan tak ada jalan lain selain
menuntaskan keputusan itu. Menyelesaikan apa yang dulu telah kita mulai.
Sayangnya, perjalanan menggapai mimpi memang tidak pernah sederhana.
Kau ingat adikku, saat
kita tengah berdua bercengkrama dirumah, atau ketika kita mengoceh pada telpon, kita bicara
tentang segalanya. Kita juga saling berbicara tentang impian masing-masing.
Impian yang harus berjalan, berlari, atau kadang berhenti sejenak. Tak ada
salahnya memang jika kita beristirahat sejenak untuk menghela udara demi
melepas penat. Sesekali mengalihkan perhatian, tak apa bukan? Asal, kita tidak
boleh berhenti melangkah dan diam di tengah jalan. Kau
juga pernah bilang padaku, bahwa kau yang akan membacakan lantunan ayat suci
Al-Quran di hari spesialku nanti. Baiklah, aku tagih janjimu tahun depan.
Kau pantas untuk
mencapainya, adikku. Kau pantas menjadi seorang hafidz. Kau bisa bayangkan
betapa bahagianya ayah dan ibu saat melihatmu menyandang gelar sarjana ilmu
Al-Quran dan Hadist. Mereka pasti akan bangga luar biasa. Betapa perjuangan
yang berat itu akan menuai hasilnya. Semua itu tinggal menunggu waktu bukan?
Jadi, mari, bertahanlah dalam proses ini.
Ayah dan ibu juga
sangat paham akan beratnya perjalanan ini. Karena itulah, beliau selalu ingin
memastikan bahwa apakah kita, yang tengah di tanah rantau selalu dalam keadaan
baik-baik saja. Iman kita, Semangat kita, keadaan fisik kita, dan segalanya.
Dan memang itu yang kita butuhkan, nasehat, motivasi, dan doa dari mereka. Ayah
pernah berkata bahwa warisan paling berharga di dunia adalah ilmu. Ilmu apapun
itu, asal bermanfaat. Untuk itulah, beliau selalu berusaha keras memperjuangkan
anak-anaknya tuk mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya. Dan menurut beliau,
memperjuangkan diri untuk dapat melihat bintang di langit yang lain adalah hal
yang perlu dicoba. Mengingat betapa besar pengorbanan itu, tak patut rasanya jika
kita dengan mudahnya berkata “Aku menyerah, cukup sampai disini.” Tak ada
balasan yang bisa kita berikan selain senantiasa mendoakan mereka, dan tetap melangkah
dalam perjalanan menuju kebaikan ini.
Adikku, benar memang
mimpimu sempat tertunda, tapi itu bukan berarti gagal, bukan berarti kamu tak
pantas mendapatkannya. Anggap saja perjalanan yang harus kau lalui melibatkan
lebih banyak belokan dan putaran daripada orang lain. Anggap saja, penundaan
ini ada untuk mempersipkanmu lebih matang, lebih dewasa, dan lebih berkualitas.
Anggap saja saat ini Allah masih menuntunmu untuk belajar di negeri sendiri,
sebelum akhirnya Dia mengijinkanmu
melebarkan sayap di negeri orang lain. Kelak, jika waktu itu tiba, kau
akan mengerti bahwa perjalanan panjang yang kau alami tidak lain adalah pahatan
jalan yang akhirnya pasti berujung. Semua akan terasa benar, bahwa usaha keras
tidak akan pernah mengkhianati. Dan Allah, lebih tahu waktu terbaikNya.
Di luar sana,
seringkali kita melihat teman-teman lain yang telah merengkuh sukses, sawang-sinawang, kata orang. Tak bisa
dipungkiri bahwa itu juga menciptakan kegalauan tersendiri. Di satu sisi, kita
harus turut berbahagia atas keberhasilan
mereka, Tapi, di sisi lain kita juga seringkali harus merelakan hati untuk
diproses menjadi dewasa.
Tidak
hanya kamu adikku, yang harus melihat teman-temanmu lebih dulu menempuh studi
di Timur tengah, sementara kau harus berjuang dengan kerasnya Ibu kota dan
hambatan-hambatan perjuangan lainnya. Aku pun sering merasa, dan juga mulai
khawatir saat teman-temanku sudah mulai mapan dengan pekerjaannya. Beberapa
bahkan sudah menjadi PNS. Sementara aku masih sibuk dengan diktat, tugas kuliah,
dan sebentar lagi tesis. Tapi, setelah dipikir-pikir, untuk apa aku merasa iri,
bukankah setiap orang sudah memiliki jalannya sendiri?
Ah, begitulah
manusia. Tak pernah bisa berhenti untuk melihat orang lain. Barangkali, solusi
yang tepat untuk itu adalah “Syukuri apa yang ada padamu”. Karena menikmati
hidup bukanlah soal memiliki segalanya. Tapi dengan terus berusaha sambil
menikmati segala hal yang ada pada diri kita. Hidup juga bukan lomba lari,
melainkan lomba berbagi. Yang paling berharga bukanlah seberapa cepat kamu
bisa mewujudkan mimpi, namun seberapa banyak manfaat yang bisa kamu berikan ke
orang lain saat mimpi itu tengah diperjuangkan ataupun ketika akhirnya mimpi
itu terwujud.
Selamat ulang tahun
adikku, semoga seiring berkurangnya jatah umur, hari-hari yang kau lalui
selalui diberkahi dan dirahmati Allah, serta semakin bermakna dan bermanfaat. Semoga disana kau senantiasa sehat dan baik-baik
saja. Dan Semoga, Allah segera berkenan mewujudkan mimpi-mimpimu jadi kenyataan.
Amien..
Untukmu, Adikku AF
Isnain di PTIQ (Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran) Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar