Senin, 09 Maret 2015

Bersabarlah dalam proses.



Hai Adikku…

Bagaimana kabarmu hari ini? Masih terasa beratkah hari-harimu? Ya, sepertinya untuk masalah itu tak perlu kutanya lagi, karena aku juga tahu bahwa saat ini kita sama-sama tengah terseok-seok dalam perjalanan mimpi ini. Perjalanan yang tentu tak mudah, tapi tetap harus disyukuri.

Aku sengaja menulis surat ini untukmu, ya, untukmu adikku yang hari ini tengah memperingati hari kedatangannya di dunia. Semoga surat pendek ini mampu memberikan suntikan semangat untukmu, juga untukku, untuk masa depan kita.

Saat aku menulis surat ini, mungkin seharusnya kau telah menyandang gelar sarjanamu, jika patokannya adalah standart masyarakat pada umumnya. Tapi, karena kau memilih jalur khusus, jalur yang tidak semua orang bisa dan mau untuk memilihnya, jadi saat ini kau masih bergulat dalam perjuangan untuk menggapainya. Bukankah semakin besar mimpi, gunung yang harus kau daki juga akan semakin tinggi?

Adikku, aku tahu kalau kau memiliki mimpi yang besar. Kau ingin mendaki gunung yang tinggi, bukan hanya sekedar bukit kan? Namun, lamanya waktu untuk mencapai kesana seringkali membuatmu hilang semangat. Sama halnya seperti dirimu, aku juga merasakan hal yang sama. Sering aku bertanya, mengapa jalanku untuk sukses terasa lebih lama dari yang lain? Lalu, perlahan keraguan itu menyelusup dan menjadikan kita seolah berada di persimpangan jalan, yang menuntut kita untuk memilih, meneruskan perjalanan yang terasa masih panjang atau memilih untuk pulang dalam kenyamanan.

Saat keraguan itu hadir, mungkin memang ada baiknya jika kita kembali mengingat saat pertama kali kita mengambil keputusan ini. Juga ada ragu disana. Tapi, nyatanya kita paham bahwa mengambil keputusan barulah permulaannya. Saat orang mengambil keputusan, berarti dia telah menceburkan diri dalam arus deras yang akan membawanya ke tempat-tempat yang tak pernah dibayangkannya. Dan tak ada jalan lain selain menuntaskan keputusan itu. Menyelesaikan apa yang dulu telah kita mulai. Sayangnya, perjalanan menggapai mimpi memang tidak pernah sederhana. 

Kau ingat adikku, saat kita tengah berdua bercengkrama dirumah, atau ketika kita mengoceh pada telpon, kita bicara tentang segalanya. Kita juga saling berbicara tentang impian masing-masing. Impian yang harus berjalan, berlari, atau kadang berhenti sejenak. Tak ada salahnya memang jika kita beristirahat sejenak untuk menghela udara demi melepas penat. Sesekali mengalihkan perhatian, tak apa bukan? Asal, kita tidak boleh berhenti melangkah dan diam di tengah jalan. Kau juga pernah bilang padaku, bahwa kau yang akan membacakan lantunan ayat suci Al-Quran di hari spesialku nanti. Baiklah, aku tagih janjimu tahun depan.

Kau pantas untuk mencapainya, adikku. Kau pantas menjadi seorang hafidz. Kau bisa bayangkan betapa bahagianya ayah dan ibu saat melihatmu menyandang gelar sarjana ilmu Al-Quran dan Hadist. Mereka pasti akan bangga luar biasa. Betapa perjuangan yang berat itu akan menuai hasilnya. Semua itu tinggal menunggu waktu bukan? Jadi, mari, bertahanlah dalam proses ini.

Ayah dan ibu juga sangat paham akan beratnya perjalanan ini. Karena itulah, beliau selalu ingin memastikan bahwa apakah kita, yang tengah di tanah rantau selalu dalam keadaan baik-baik saja. Iman kita, Semangat kita, keadaan fisik kita, dan segalanya. Dan memang itu yang kita butuhkan, nasehat, motivasi, dan doa dari mereka. Ayah pernah berkata bahwa warisan paling berharga di dunia adalah ilmu. Ilmu apapun itu, asal bermanfaat. Untuk itulah, beliau selalu berusaha keras memperjuangkan anak-anaknya tuk mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya. Dan menurut beliau, memperjuangkan diri untuk dapat melihat bintang di langit yang lain adalah hal yang perlu dicoba. Mengingat betapa besar pengorbanan itu, tak patut rasanya jika kita dengan mudahnya berkata “Aku menyerah, cukup sampai disini.” Tak ada balasan yang bisa kita berikan selain senantiasa mendoakan mereka, dan tetap melangkah dalam perjalanan menuju kebaikan ini.

Adikku, benar memang mimpimu sempat tertunda, tapi itu bukan berarti gagal, bukan berarti kamu tak pantas mendapatkannya. Anggap saja perjalanan yang harus kau lalui melibatkan lebih banyak belokan dan putaran daripada orang lain. Anggap saja, penundaan ini ada untuk mempersipkanmu lebih matang, lebih dewasa, dan lebih berkualitas. Anggap saja saat ini Allah masih menuntunmu untuk belajar di negeri sendiri, sebelum akhirnya Dia mengijinkanmu  melebarkan sayap di negeri orang lain. Kelak, jika waktu itu tiba, kau akan mengerti bahwa perjalanan panjang yang kau alami tidak lain adalah pahatan jalan yang akhirnya pasti berujung. Semua akan terasa benar, bahwa usaha keras tidak akan pernah mengkhianati. Dan Allah, lebih tahu waktu terbaikNya.

Di luar sana, seringkali kita melihat teman-teman lain yang telah merengkuh sukses, sawang-sinawang, kata orang. Tak bisa dipungkiri bahwa itu juga menciptakan kegalauan tersendiri. Di satu sisi, kita harus turut berbahagia atas keberhasilan mereka, Tapi, di sisi lain kita juga seringkali harus merelakan hati untuk diproses menjadi dewasa.

Tidak hanya kamu adikku, yang harus melihat teman-temanmu lebih dulu menempuh studi di Timur tengah, sementara kau harus berjuang dengan kerasnya Ibu kota dan hambatan-hambatan perjuangan lainnya. Aku pun sering merasa, dan juga mulai khawatir saat teman-temanku sudah mulai mapan dengan pekerjaannya. Beberapa bahkan sudah menjadi PNS. Sementara aku masih sibuk dengan diktat, tugas kuliah, dan sebentar lagi tesis. Tapi, setelah dipikir-pikir, untuk apa aku merasa iri, bukankah setiap orang sudah memiliki jalannya sendiri?

Ah, begitulah manusia. Tak pernah bisa berhenti untuk melihat orang lain. Barangkali, solusi yang tepat untuk itu adalah “Syukuri apa yang ada padamu”. Karena menikmati hidup bukanlah soal memiliki segalanya. Tapi dengan terus berusaha sambil menikmati segala hal yang ada pada diri kita. Hidup juga bukan lomba lari, melainkan lomba berbagi. Yang paling berharga bukanlah seberapa cepat kamu bisa mewujudkan mimpi, namun seberapa banyak manfaat yang bisa kamu berikan ke orang lain saat mimpi itu tengah diperjuangkan ataupun ketika akhirnya mimpi itu terwujud.

Selamat ulang tahun adikku, semoga seiring berkurangnya jatah umur, hari-hari yang kau lalui selalui diberkahi dan dirahmati Allah, serta semakin bermakna dan bermanfaat. Semoga disana kau senantiasa sehat dan baik-baik saja. Dan Semoga, Allah segera berkenan mewujudkan mimpi-mimpimu jadi kenyataan. Amien.. 
Untukmu, Adikku AF Isnain di PTIQ (Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran) Jakarta

0 komentar:

Posting Komentar