Sudah menjadi sifat dasar manusia
terlahir dengan nafsu, yang menjadikannya tidak pernah puas dengan segala yang
dimilikinya. Setelah memiliki sesuatu, tentu akan menginginkan yang lain.
Setelah mencapai suatu target tertentu, tercipta target-target baru yang harus
dicapai selanjutnya. Apa itu salah? Menurutku, memang tak sepenuhnya salah.
Karena itu juga pertanda bahwa hidup kita terus bergerak dan berkembang. Tapi
tentu, kita juga harus paham bagaimana cara mengendalikannya. Karena jika
tidak, nafsu itu bisa membabi buta, bergerak menyerusuk tanpa terkendali. Dan
seringnya, justru akan memupuk kemudharatan. Membutakan hati. Lalu, apa yang
tersisa jika hati telah buta selain ukuran kebahagian dunia yang sebenarnya
fana?
“Selalu ada tangan Allah di balik
hidupmu. Jika kau sedang berada di bawah, jangan pernah kau putus asa dan
berburuk sangka. Dan jika kau sedang berada di atas, sungguh sangat tak patut
rasanya untuk berpuas dan berbangga diri. Apapun itu, syukurilah. ”
Jika hidupmu saat ini masih terasa begitu
menyesakkan, itu artinya Allah masih ingin mengajarimu arti perjuangan.
Bukankah takkan pernah ada rasa manis jika sebelumnya kita belum tahu rasanya
pahit? Ya, tetap jalanilah hidupmu. Jalanilah dengan penuh kesyukuran. Karena
itulah sumber kebahagiaan yang sejati. Nikmat Allah tidak hanya berupa materi
yang harus melimpah bukan? Sungguh, jika kita mampu membuka mata, betapa besar
nikmat Allah yang Ia karuniakan pada umatnya di setiap waktu. Nikmat sehat,
nikmat waktu, nikmat kesempatan, dan nikmat-nikmat lainnya yang acapkali tak
terlihat, dan seringkali terlupa untuk disyukuri.
“Hidup itu tidak hanya harus
melihat ke atas Nak, sesekali melihatlah ke bawah, agar kau benar-benar bisa
memahami apa arti hidup sebenarnya.”
Sejak kecil, kita sudah dididik
untuk menggantungkan mimpi setinggi langit. Itu artinya, kita telah diajarkan
untuk mengejar sesuatu. Tidak lain, agar kita senantiasa memiliki semangat
untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari yang sebelumnya. Bukan justru
menjadikan “atas” sebagai ukuran atau patokan dari sebuah kebahagiaan hidup.
Karena jika itu terjadi, betapa meruginya kita karena telah lalai untuk
mensyukuri nikmat-Nya yang jarang kita sadari karena terlalu focus untuk
melihat mereka yang berada di atas. Sesekali lihatlah mereka yang berada di
bawah, agar kau tahu betapa sebenarnya
kau sangat beruntung. Mereka akan mengajarimu cara mensyukuri kehidupan.
Idealnya, segala sesuatu memang
harus seimbang. Boleh saja kita mengejar kehidupan duniawi, asal kita tak lupa
mendekat pada-Nya, Sang pemberi. Cara yang paling sederhana, adalah dengan
bersyukur. Bersyukur adalah ungkapan rasa terima kasih seorang hamba pada
Tuhannya. Dengan bersyukur, kita menyadari bahwa kita hanyalah manusia yang lemah,
yang tak memiliki kuasa tanpa bantuan dan pertolongan-Nya. Syukur juga pertanda
bahwa kita yakin, bahwa Allah tidak pernah meninggalkan hambanya. Barang
sedetikpun, tidak.
“Bersyukurlah Nak, maka kau akan
bahagia.”
Wujud syukur pun ada
bermacam-macam. Wujud paling sederhana, dengan ucapan “Alhamdulillah”. Lebih
atas lagi, bisa juga dengan mengamalkan apa yang kita punya, baik itu rizki
ataupun ilmu. Sederhananya, kita sedang meneruskan kesempatan. Cara seperti ini
adalah salah satu cara ampuh untuk menghindarkan hati dari bahaya kufur nikmat.
Yang jika dibiarkan, akan merembes menjadi sifat serakah, sombong diri, dan
takabbur. Sungguh, semoga kita dijauhkan.
Salah satu CEO Penerbit di kota
Jogjakarta, pernah mengungkapkan alasannya mengapa ia sangat getol menularkan
semangat literasi pada calon-calon penulis muda, menyediakan ruang untuk
mereka, dan membantu rumah-rumah baca dengan menyuplai buku-buku. Dan semuanya,
gratis. Beliau mengatakan, bahwa itu adalah salah satu cara untuk senantiasa
membersihkan hati. Utamanya, hati ketika kita sudah diberi kesuksesan. Karena,
sudah menjadi sifat setan untuk selalu menggoda manusia. Dan hati adalah
sasaran yang paling rawan akan godaan setan yang begitu halus menelusup. Karena
hidup, hakikatnya adalah tentang ujian hati.
Maka, mari kita hidupi hati ini
dengan penuh rasa kesyukuran. Tak peduli itu dalam keadaan sempit atau lapang,
jika hati telah berhias syukur, kebahagiaan hidup pun akan teraih. Percayalah.
0 komentar:
Posting Komentar