Minggu, 23 November 2014

Sabarlah... waktumu akan datang.



Tak ada yang pasti dalam kehidupan ini bukan?

Ya, karena kita tidak pernah bisa merencanakan atau mengatur bagaimana kehidupan kita akan berjalan. Kita memang bisa berencana, tapi kita juga harus ingat bahwa ada Maha perencana diatas sana. Pemberi skenario terbaik atas hidup setiap umatnya. Seringkali kita mungkin akan dihadapkan pada suatu kondisi yang tak pernah kita bayangkan sebelumnya. Atau jauh dari apa yang kita harapkan. Sedih, kecewa, pasti ada bukan? Yah, inilah hidup. Kadang kita berada diatas dengan penuh canda tawa, tapi sedetik kemudian bisa jadi kita tengah terpuruk dengan tangis yang tak kunjung henti. Terlalu meratapi apa yang telah menjadi kehendak-Nya rasanya juga bukan hal yang baik untuk dilakukan. Bukankah janji Allah itu pasti. Bahwa ada kemudahan selepas kesulitan, ada kebahagiaan setelah kesedihan. Lalu, mengapa kita harus khawatir dan meratap berlebihan?

Yang harus kita lakukan adalah memahami dan menerima dengan hati bahwa apa yang kita inginkan tak bisa selalu menjadi kenyataan. Ada kekuatan yang Maha, yang menentukan ujung semua jalan. Ada pelajaran-pelajaran yang ingin Ia sampaikan dengan cara-Nya sendiri.

Beberapa hari yang lalu, aku mendapat kabar bahwa aku lolos seleksi pembinaan kepenulisan yang diadakan oleh sebuah penerbit di jogja. Bisa ditebak bagaimana rasa bahagia itu menyelimutiku. Sangat. Aku sangat bahagia. Seolah mimpi itu tinggal selangkah lagi. Kau tahu? Aku memimpikannya sudah sejak beberapa tahun yang lalu. Memimpikan bagaimana rasanya tulisanku bisa dibaca oleh banyak orang dan syukur jika bisa menginspirasi dan bermanfaat. Sama halnya seperti diriku, semua orang ketika masih muda pasti tahu apa mimpi mereka. Pada titik itu segalanya seolah terlihat jelas, segalanya mungkin. Mereka tidak takut bermimpi, mendambakan segala yang mereka inginkan terwujud dalam hidup. Tetapi dengan berlalunya waktu, ada daya misterius yang mulai meyakinkan mereka bahwa mustahil mereka bisa mewujudkan mimpi itu. Daya ini adalah kekuatan yang kelihatannya negatif, tapi sebenarnya menunjukkan pada kita cara mewujudkan takdir kita. Daya ini mempersiapkan jiwa dan menguji kesungguhan keinginan kita, sebab ada suatu kebenaran mahabesar dalam dunia ini, siapapun dirimu, apapun yang kamu lakukan, jika engkau bersungguh sungguh menginginkan sesuatu, itu karena hasrat tersebut bersumber dari jiwa jagat raya. Itulah misimu di dunia ini. Seperti yang pernah dikatakan oleh Paulo Coelho bahwa salah satu kewajiban sejati manusia adalah mewujudkan takdir/mimpinya. Dan kini, mimpi itu seolah benar-benar telah menemukan jalannya.

Selang beberapa hari kemudian, lagi-lagi aku mendapat kabar terkait masa depan. Aku gagal dalam seleksi pegawai negeri sipil. Rasanya memang tidak sepedih tahun lalu. Entahlah.. apa karena aku sudah terlebih dahulu memantapkan hati memperjuangkan mimpiku untuk menjadi penulis dan akademisi? Atau karena di tahun ini prosesnya tidak dilalui dengan luka seperti halnya tahun lalu. Aih, sudahlah. Tak perlu rasanya membuka luka lama. Dari pengalaman tahun lalu, aku belajar bahwa pasti selalu ada orang yang akan mencintaimu. Selalu ada pula orang yang membenci dan bahkan mungkin ingin membunuhmu. Tetapi apapun itu adalah segala hal yang akan membuatmu lebih kuat.

Yang jelas, aku merasa saat ini aku lebih tegar menghadapi kegagalan dibandingkan dengan aku tahun lalu. Tidak seperti tahun lalu yang disertai dengan kesedihan yang mendalam, saat ini yang terlintas dalam benakku “ah, mungkin memang bukan jalanku. Pasti ada yang lebih baik.” Tidak, aku tidak sedang menghibur diri atas kegagalan ini. Itulah yang kurasa saat itu. Walau mungkin, dimata orang lain posisiku terlihat sangat disayangkan. Bagaimana tidak? Hanya selisih 10 poin atau dua soal, selain itu diantara 3 orang dari teman seangkatanku yang ikut di instansi yang sama, hanya aku yang gagal. Alhasil, beberapa teman terdekat berupaya menghibur dan menyemangatiku. Walau telah berulang kali aku katakan bahwa aku baik-baik saja. Aku turut berbahagia sahabatku lolos dalam seleksi PNS tahun ini. Doaku selalu teriring untuknya. 

Aku percaya, Tuhan telah menyiapkan jalan yang mesti dilalui masing masing orang, dan itu tak harus sama. Kita hanya harus membaca pertanda-pertanda yang ditinggalkan-Nya. Termasuk juga dari pencapaian-pencapaian kecil atau dari kegagalan yang acapkali terjadi.  Mungkin, aku digagalkan saat ini agar aku lebih fokus untuk mengejar mimpiku, mengasah kemampuan menulisku, dan menuntaskan studi S2 ku. Yang jelas tidak akan bisa kulakukan ketika aku berhasil dalam tes ini bukan?

Ya, memang tak ada yang tahu apa yang akan terjadi esok hari. Tapi, aku percaya, sangat percaya bahwa di depan sana Allah telah menyiapkan sesuatu yang indah untukku. Walau aku juga tahu untuk mencapai puncak itu juga bukan suatu hal yang mudah. Akan ada berbagai jalan menanjak dan ranting besar yang harus dilewati. Dan pasti hanya tersedia dua pilihan. Memilih berhenti dan membalikkan badan untuk kembali atau terus memaksakan diri agar tetap melangkahkan kaki. Ketika aku memilih untuk terus berjalan, aku yakin perlahan puncak itu pasti terlihat di hadapanku. Satu hal yang harus aku pegang, bahwa kerja keras tidak akan pernah menghianati. Maka, hanya soal waktu, dan mimpi itu akan menjadi nyata.

Setelah berusaha keras meyakinkan diri bahwa segala sesuatu yang terjadi padaku merupakan bagian dari skenario terbaik Tuhan. Aku kembali harus belajar merelakan hati ini untuk diproses menjadi dewasa. Bedanya, kali menyangkut urusan hati, perasaan. Mungkin, di hadapan orang lain aku bisa berbohong, bersikap seolah semuanya baik-baik saja. Ya, bukankah dalam setiap diri kita memiliki ironi dalam diri masing-masing; mungkin juga paradoks, kemunafikan, atau ambiguitas. Sesuatu yang berusaha kita sembunyikan dari siapapun, sesuatu yang sebenarnya kita sayangi, kita harapkan, atau sesuatu yang terlampau menyakitkan tetapi kita katakan sebaliknya di hadapan orang lain. Aku melakukannya. Tapi, sekuat apapun aku berusaha melakukannya, justru itu semakin menyakitkan.

Dalam hening, aku coba meyakinkan diriku. Apa mungkin ini bentuk teguran dari Tuhan? Atas cinta dan kebesaran-Nya. Ketika aku telah meyakini bahwa Cinta yang hakiki adalah cinta karena-Nya, dan ketika aku telah mencoba mencintai seseorang karena-Nya, maka aku pun harus ikhlas meninggalkan cinta ini semata-mata karena-Nya. Mungkin, Allah hendak mengingatkanku bahwa cinta yang suci itu tak pernah tersentuh oleh “cinta” sebelum cinta itu menjadi kehalalan bagi penikmatnya. Saat ini, aku sangat ingin menjadi seperti dirinya, yang tak sedikitpun tenggelam dalam rasa, dan dengan santainya bisa mengatakan bahwa sekarang belumlah saatnya. Ya, seandainya aku juga bisa seperti itu.

Untuk kesekian kalinya, aku harus menguatkan diriku. Merelakan semuanya, dan berusaha ikhlas atas segala sesuatu yang terjadi. Aku tahu, aku tidak memiliki hati sekokoh batu karang. Tapi aku akan selalu berusaha untuk menjadi pribadi dengan hati yang kuat. Termasuk hati yang kuat untuk bersabar. Bukankah hidup selalu mengajarkan kita untuk selalu bersabar. Bersabar dalam setiap proses, baik itu proses dalam meraih mimpi ataupun cinta. Ya, seperti kata Tere Liye bahwa cinta itu adalah bersabar, bukan tergesa-gesa. Bersabar menunggu waktu terbaiknya. Bersabar menunggu orang paling tepat. Bersabar dengan cara yang paling mulia dan Bersabar atas setiap skenario yang terjadi.

Sabarlah, ada waktu atas segala sesuatu. Waktumu akan segera datang.

0 komentar:

Posting Komentar