Sabtu, 14 Agustus 2010

Artikel TPI "SEKS DALAM KEHIDUPAN REMAJA"

Pendahuluan
Remaja adalah seseorang yang telah menginjak usia 12-21tahun. Masa remaja merupakan suatu fase pertumbuhan dan perkembangan antara masa anak dan masa dewasa. Dalam periode ini pasti terjadi perubahan yang sangat pesat dalam dimensi fisik, mental dan sosial. Masa ini juga merupakan periode pencarian identitas diri, sehingga remaja sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan.
Di Indonesia golongan ini telah mencapai 65 juta orang atau 30 persen dari total penduduk Indonesia. Saat ini, Remaja Indonesia sedang mengalami perubahan sosial yang cepat dari masyarakat tradisional menuju ke masyarakat modern, yang tentunya juga akan mengubah tatanan norma, nilai dan gaya hidup mereka. Remaja yang dulu terjaga secara kuat oleh system keluarga, agama, adat budaya serta nilai-nilai tradisional yang ada, telah mengalami pengikisan yang disebabkan oleh globalisasi dan modernisasi yang diikuti pula oleh revolusi media yang terbuka bagi keragaman gaya hidup. Berbagai hal tersebut mengakibatkan peningkatan kerentanan remaja terhadap gaya hidup kebarat-baratan yang menjunjung tinggi nilai kebebasan.
BKKBN menyebutkan, bahwa 63% remaja SMP dan SMA di Indonesia pernah berhubungan seksual di luar nikah. sekitar 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia di mana 20% diantaranya dilakukan oleh remaja. Selain itu, tercatat 6332 kasus AIDS dan 4527 kasus HIV positif di Indonesia, dengan 78,8 persen dari kasus-kasus baru yang terlaporkan berasal dari usia 15-29 tahun. Sungguh ironis!
Indonesia, yang terkenal sebagai bangsa yang beradab dan menjunjung tinggi nilai moralitas. Serta Bangsa dengan lima sila yang agung. Yang selalu menyelaraskan tindakan berdasarkan sila ketuhanan dan kemanusiaan. Menjadikan hubungan antar individu dalam masyarakat dalam konteks interaksi yang diwarnai nilai-nilai persatuan dan keadilan, juga tidak mampu membendung arus modernisasi yang membawa dekadensi moral. padahal, hitam putihnya suatu bangsa dimasa depan ikut ditentukan oleh remaja. Lalu, siapkah remaja Indonesia menerima “tongkat estafet” dalam membangun negeri, Disaat mereka tengah tenggelam dalam jurang pergaulan bebas yang kelam?

Seks bebas di Kalangan remaja
Istilah seks lebih tepat untuk menunjukkan alat kelamin. Namun, sering diartikan bahwa seks lebih mengarah pada bagaimana masalah hubungan seksual antara dua orang yang berlainan jenis kelamin. Dan remaja, yang telah memasuki usia subur dan produktif, yang secara fisiologis mereka telah mencapai kematangan organ-organ reproduksi. Dimana kematangan organ-organ reproduksi tersebut mendorong individu untuk melakukan hubungan sosial baik dengan sesama jenis maupun dengan lawan jenis. Mereka berupaya mengembangkan diri melalui pergaulan. Dan pergaulan yang tak terkendali secara normatif dan etika moral antar remaja yang berlainan jenis, akan berakibat terjadinya hubungan seksual di luar nikah.
Saat ini, Perilaku seks di kalangan remaja sudah bukan hal yang tabu. Hal itu seakan menjadi trend di abad ini yang sangat digandrungi para remaja, bahkan remaja yang tidak pernah mau melakukannya justru dianggap ketinggalan zaman. Seks bebas dianggap sebagai sesuatu yang lumrah dilakukan atas dasar pembuktian cinta dan kasih sayang.
Ada beberapa faktor yang mendorong remaja melakukan seks bebas, diantaranya:
1. Faktor kematangan biologis
Masa remaja ditandai dengan kematangan biologis. Dengan kematangan biologis ini seorang remaja sudah dapat melakukan fungsi reproduksi sebagaimana layaknya orang dewasa, sebab fungsi organ seksualnya telah bekerja secara normal. Hal ini membawa konsekuensi bahwa seorfang remaja akan mudah terpengaruh oleh stimulasi yang merangsang gairah seksualnya. Misalnya, dengan melihat film porno. Kematangan biologis yang tidak disertai dengan kemampuan mengendalikan diri, akan cenderung berakibat negatif, yakni terjadinya seks bebas di kalangan remaja.
2. Iman yang rapuh
Kehidupan beragama yang baik dan benar ditandai dengan pengertian, pemahaman dan ketaatan dalam menjalankan ajaran-ajaran agama dengan baik, tanp dipengaruhi oleh situasi dan kondisi apapun. Dalam kondisi apa saja, orang yang taat beragama selalu dapat menempatkan diri dan mengendalikan diri agar tidak berbuat hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama. Dalam hatinya, selalu ingat terhadap tuhan, sebab mata tuhan selalu mengawasi setiap perbuatan manusia. Oleh karena itu, ia tidak akan melakukan hal-hal yang dilarang agama seperti hubungan seks diluar nikah.
3. Arus Informasi global tanpa sekat dan tersedianya fasilitas teknologi sebagai sarana pendukung kebebasan.
Masyarakat sudah tidak asing lagi dengan media elektronik berupa komputer, laptop dan hp. Pengaruh zaman yang semakin modern menuntut kita untuk hidup bersama teknologi. Teknologi memang sangat bermanfaat bagi kehidupan, namun teknologi juga dapat membawa keburukan. Internet misalnya, internet membantu kita memiliki pola pikir yang maju dan pengetahuan yang luas, namun internet juga mampu merusak moral dengan adanya situs-situs pornografi.
Saat ini para remaja dapat dengan mudah mengakses konten pornografi. mereka dapat mengetahui secara jelas dan nyata bagaimana hubungan seksual tanpa ada orang lain yang tahu.
4. Bentuk penyaluran kasih sayang yang salah dalam masa pacaran
Seringkali remaja mempunyai pandangan yang salah bahwa masa pacaran merupakan masa dimana seseorang boleh mencintai maupun dicintai oleh kekasihnya. Dan mereka bebas mengekspresikan rasa cinta mereka terhadap pasangannya. Misalnya, berpelukan, berciuman, bahkan melakukan hubungan seksual.

5. Pengaruh teman sebaya
Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan. Sebagai makhluk sosial, individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan individu lain. Dan lingkungan sosial mempunyai peranan besar terhadap perkembangan remaja. Lingkungan sosial sebagai bagian dari komunitas sosial memegang peranan yang strategis bagi kehidupan sosial masyarakat. Pada masa remaja lingkungan sosial yang dominan antara lain dengan teman sebaya. Kelompok teman sebaya merupakan lingkungan sosial pertama dimana remaja belajar untuk hidup bersama orang lain yang bukan anggota keluarganya. Lingkungan teman sebaya merupakan suatu kelompok baru yang memiliki ciri, norma, kebiasaan yang jauh berbeda dengan apa yang ada di lingkungan rumah. Bahkan apabila kelompok tersebut melakukan penyimpangan, maka remaja juga akan menyesuaikan dirinya dengan norma kelompok. Remaja tidak peduli dianggap nakal karena bagi mereka penerimaan kelompok lebih penting, mereka tidak ingin kehilangan dukungan kelompok dan tidak ingin dikucilkan dari pergaulan. Sebagian dari remaja mengambil jalan pintas untuk menghindarkan diri dari masalah sehingga cenderung untuk keluyuran dan melakukan tindakan pergaulan yang salah dengan teman-temannya.

Remaja sebagai individu yang sedang beranjak dewasa memang dipenuhi oleh sifat dan karakter yang serba instant dan keingintahuan yang besar terhadap segala sesuatu yang baru yang belum pernah ditemui sebelumnya, yang apabila tidak diarahkan dengan benar akan berpotensi menjadi penyimpangan perilaku yang mengarah kepada perbuatan yang tidak baik yang akan merugikan dirinya, keluarga bahkan lingkungan yang apabila di biarkan akan mengarah pada tindakan kriminal sehingga berurusan dengan hukum.
Sejatinya, kenakalan itu normal terjadi pada diri remaja karena masa remaja adalah masa transisi dimana seseorang meninggalkan tahap kehidupan anak-anak untuk menuju tahap kedewasaan. Masa ini dirasakan sebagai suatu krisis karena belum adanya pegangan, sedangkan kepribadiannya sedang mengalami pembentukan. Seperti yang diungkapkan Durkheim Bahwa perilaku menyimpang atau jahat kalau dalam batas-batas tertentu dianggap sebagai fakta sosial yang normal. Dalam bukunya “Rules of Sociological Methode” disebutkan dalam batas-batas tertentu kenakalan adalah normal karena tidak mungkin menghapusnya secara tuntas, dengan demikian perilaku dikatakan normal sejauh perilaku tersebut tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat, perilaku tersebut terjadi dalam batas-batas tertentu dan melihat pada sesuatu perbuatan yang tidak sengaja. Jadi kebalikan dari perilaku yang dianggap normal yaitu perilaku nakal/ jahat yaitu perilaku yang disengaja meninggalkan keresahan pada masyarakat. Seperti perilaku seks bebas yang dilakukan secara sengaja dan menimbulkan keresahan bagi keluarga dan masyarakat sekitar.

Teori "Differential Association"
Teori ini dikembangkan oleh E. Sutherland. Menurut Sutherland perilaku menyimpang yang dilakukan remaja sesungguhnya merupakan sesuatu yang dapat dipelajari. Asumsi yang melandasinya adalah “seseorang berperilaku jahat dengan cara yang sama dengan perilaku yang tidak jahat” Artinya, perilaku jahat didapat sebagai hasil interaksi yang dilakukan dengan orang lain yang cenderung melawan norma hukum yang ada. Seseorang menjadi jahat karena orang tersebut melakukan kontak dengan pola perilaku jahat dan mengasingkan diri dari pola perilaku yang tidak menyukai kejahatan. Selanjutnya menurut Sutherland perilaku menyimpang dapat ditinjau melalui sejumlah proposisi guna mencari akar permasalahan dan memahami dinamika perkembangan perilaku. Proposisi tersebut antara lain:
• Pertama, perilaku remaja merupakan perilaku yang dipelajari secara negatif dan berarti perilaku tersebut tidak diwarisi (genetik). Jika ada salah satu anggota keluarga yang berposisi sebagai pemakai maka hal tersebut lebih mungkin disebabkan karena proses belajar dari obyek model dan bukan hasil genetik.
• Kedua, pokok-pokok perilaku menyimpang dipelajari interaksi dan alat komunikasi tertentu seperti buku, televisi, internet. Yang memberikan pengaruh pengaruh tertentu, yaitu memberikan sugesti kepada seseorang untuk menerima atau menolak pola-pola perilaku tersebut.
• Ketiga, proses mempelajari perilaku biasanya terjadi pada kelompok dengan pergaulan yang sangat akrab. Dalam keadaan ini biasanya mereka cenderung untuk kelompok di mana ia diterima sepenuhnya dalam kelompok tersebut. Termasuk dalam hal ini mempelajari norma-norma dalam kelompok. Apabila kelompok tersebut adalah kelompok negatif niscaya ia harus mengikuti norma yang ada.
• Keempat, apabila perilaku menyimpang remaja dapat dipelajari maka yang dipelajari meliputi: teknik melakukannya, motif atau dorangan serta alasan pembenar termasuk sikap.
• Kelima, arah dan motif serta dorongan dipelajari melalui definisi dari peraturan hukum. Dalam suatu masyarakat terkadang seseorang dikelilingi oleh orang-orang yang secara bersamaan memandang hukum sebagai sesuatu yang perlu diperhatikan dan dipatuhi. Tetapi kadang sebaliknya, seseorang dikelilingi oleh orang-orang yang memandang bahwa hukum sebagai sesuatu yang memberikan paluang dilakukannya perilaku menyimpang.
• Keenam, seseorang menjadi delinkuen karena ekses dari pola pikir yang lebih memandang aturan hukum sebagai pemberi peluang dilakukannya penyimpangan daripada melihat hukum sebagai sesuatu yang harus diperhatikan dan dipatuhi.
• Ketujuh, proses mempelajari perilaku menyimpang yang dilakukan remaja menyangkut seluruh mekanisme yang lazim terjadi dalam proses belajar. Terdapat stimulus-stimulus seperti: keluarga yang kacau, depresi, dianggap berani oleh teman dan sebagainya merupakan sejumlah eleman yang memperkuat respon
• Delapan, perilaku menyimpang yang dilakukan remaja merupakan pernyataan akan kebutuhan dan dianggap sebagai nilai yang umum.

Pada hakikatnya, Remaja memiliki hak reproduksi dan seksual yang merupakan bagian dari hak aasi manusia. Dan pemerintah Indonesia melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009 menyatakan bahwa salah satu arah RPJM adalah meningkatkan kualitas kesehatan reproduksi remaja. Kondisi ini memberikan kerangka legal bagi pengakuan dan pemenuhan hak-hak reproduksi dan seksual remaja di Indonesia.
1) Hak untuk menjadi diri sendiri: membuat keputusan, mengekspresikan diri, menjadi aman, menikmati seksualitas dan memutuskan apakah akan menikah atau tidak.
2) Hak untuk tahu: mengenai hak reproduksi dan seksual, kesehatan reproduksi dan seksual, termasuk infeksi menular seksual dan HIV/AIDS.
3) Hak untuk dilindungi dan melindungi diri: dari kehamilan yang tidak direncanakan, aborsi tidak aman, infeksi menular seksual, HIV/AIDS dan kekerasan seksual.
4) Hak mendapatkan pelayanan kesehatan: secara bersahabat, menyenangkan, akurat, berkualitas dan dengan menghormati hak remaja.
5) Hak untuk terlibat: dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program remaja, serta membantu dan memberi pengaruh kepada pemerintah dalam pembuatan kebijakan tentang remaja.

Untuk meredam perilaku seks bebas remaja ini, perlu adanya sebuah pendidikan seksual yang membahas tentang kesehatan reproduksi, bahaya akibat pergaulan bebas, dan penyakit seksual. Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat remaja berada dalam potensi seksual yang aktif. Dan untuk mencapai tujuan pendidikan secara maksimal, dapat diterapkan beberapa teknik /metode pendidikan sebagai berikut:
1. Ceramah dan diskusi
Teknik ini bersifat monolog yakni seorang pendidik berusaha menyampaikan dan menjabarkan bahan-bahan informasi secara lisan kepada para audien(pelajar). Umumnya, pembicara hanya berbicara secara aktif dan terkadang tidak menggunakan alat bantu, seperti gambar atau yang lainnya. Cara ini kurang efektif jika pendengar tidak memahami istilah-istilah penting dalam hal reproduksi. Namun hal itu dapat diatasi dengan adanya suatu diskusi mengenai pembicaraan tersebut. Para peserta diminta secara aktif untuk menyampaikan informasi, menanyakan hal yang tidak dimengerti, atau berdebat dan saling mempertahankan pendapat. Pendidik dapat berfungsi sebagai fasilitator demi terciptanya kelancaran proses diskusi, dan dapat menjadi narasumber untuk member keterangan secara akurat, ilmiah, dan sistematis tentang pokok bahasan tersebut.
2. Permainan peran
Para peserta dalam pendidikan seksual, dilibatkan secara aktif untuk memerankan tokoh-tokoh tertentu yang telah diatur dalam naskah drama atau sandiwara. Pendidik perlu menyiapkan scenario/jalan cerita. Hal ini memang membutuhkan persiapan yang matang namun bila pendidikan ini terwujud, efektifitaas pendidikan seksual ini cukup tingggi karena peserta didik dapat langsung memahami, merasakan dan menghayati arti pendidikan seks bagi dirinya.
3. Pemutaran film
Dalam teknik ini, peserta didik diajak untuk menyaksikan film-film yang telah disiapkan terlebih dahulu. Film tersebut adalah film yang mengandung unsure pedagogis atau mendidik. Agar mereka memiliki pemahaman, pandangan dan sikap yang baik dan benar terhadap masalah seksual. Setelah pemutaran film tersebut, pendidik perlu memberikan keterangan dan mengajak diskusi para peserta didik. Sehingga, peserta didik dapat mengembil informasi secara tepat dar film tersebut.

Dengan adanya pendidikan tersebut diharapkan para remaja akan mengerti tentang masalah seksualitas, kesehatan reproduksi dan bahayanya pergaulan bebas.


DAFTAR PUSTAKA

Ancok, jamaluddin. 2009. Dampak teknologi internet pada kehidupan manusia. (online). http://community.gunadarma.ac.id/blog/view/id_7369/title_dampak-teknologi- internet-pada-kehidupan-manusia/ diakses pada 15 juni 2010)
Dariyo, Agoes. 2004. Psikologi perkembangan remaja. Bogor: Ghalia Indonesia.
Halaman 87.
Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: Raja grafindo persada. Halaman 321.
Riery. 2007. Remaja saat ini tragis atau strategis. (online). (http://www.balebengong.net/kabar- anyar/2007/08/12/remaja-saat-ini-tragis-atau-strategis.html. diakses pada 14 juni 2010)

0 komentar:

Posting Komentar