“Ah, namanya juga anak
kecil”
Begitu respon yang
acapkali kita lontarkan tatkala anak kecil mulai menangis, berteriak, merengek,
memukul-mukul, atau bahkan berguling-guling. Kita bukannya tidak mengerti bahwa
ada sesuatu yang mereka inginkan, justru,
kita sangat paham. Sayangnya, kebanyakan dari kita menganggapnya sebagai
suatu hal yang biasa, tidak perlu
dibesar-besarkan, dan tidak perlu terlalu dikhawatirkan. Ini lumrah, khas
anak-anak. Alhasil, kita cenderung menurutinya. Dengan anggapan semuanya akan
baik-baik saja seiring tangisan dan amukannya yang mulai mereda.
Padahal, ketika mereka
menyampaikan keinginannya dengan luapan emosi seperti itu, itu merupakan salah
satu pertanda, bahwa ada yang salah dengan cara komunikasi yang kita ajarkan
selama ini. Sekali saja cara meminta seperti itu kita penuhi, si anak akan
mengulangi tindakan tersebut di kemudian hari. Jika hal ini terjadi secara
terus-menerus, lambat laun ia akan
terbiasa dan itu akan menjadi caranya berkomunikasi.
Berkomunikasi merupakan
sarana menyampaikan sesuatu, pikiran dan perasaan seseorang kepada orang lain.
Agar dapat dipahami, tentu keinginan dan pendapatnya harus disampaikan dengan
jelas, benar, dan tepat. Nah, anak-anak bila tidak cepat diajari dan dilatih
untuk menyampaikan keinginannya dengan cara yang benar, maka nanti ketika
mereka besar dan dewasa, mereka akan cenderung menjadi sosok yang tidak
komunikatif atau sosok dengan cara komunikasi yang buruk.
Mengajak dan melatih
anak untuk berkomunikasi dengan baik adalah salah satu cara untuk memaksimalkan
tumbuh kembang anak karena komunikasi merupakan bagian dari koordinasi antara
otak kanan dan otak kiri. Untuk membuat anak mampu menyampaikan pikiran hasil
logika otak kiri; fakta atau pendapat, relevan atau tidak, perbandingan atau
kontras, dan sebagainya. Sedangkan otak kanan akan menambahkan unsur emosi
perasaan saat disampaikan sehingga dalam komunikasi unsur “berpikiran positif”,
menggunakan kalimat dan ekspresi positif, serta tingkah laku positif dapat
dilakukan dengan baik.
Sederhananya,
komunikasi juga merupakan sarana yang baik untuk membangun kecerdasan emosional
anak. Itulah sebabnya, orang tua harus belajar mendengarkan anak dan melatih
mereka untuk mengungkapkan apa yang mereka inginkan atau apa yang mereka
pikirkan saat menyampaikannya.
Dalam berbicara, orang
tua tidak boleh terburu-buru memotong pembicaraan, membentak anak untuk tutup mulut atau
menyepelekan apa yang dikatakan anak, apalagi jika itu dilakukan di depan umum,
sangat tidak baik bagi perkembangan psikologis anak. Tindakan ini akan membuat
anak minder, tidak berani menyampaikan ide, pikiran, pendapat, atau perasaannya
kepada orang lain. Mereka akan cenderung trauma atau takut dibentak orang
seperti yang sering ia alami ketika masih kecil. Sebaliknya, komunikasi yang
baik akan membentuk konsep diri yang positif, yang akan memberikan keberanian
untuk berbicara di depan umum atau berkomunikasi dan bersosialisasi dengan
baik.
Dari hasil studi Teaching By Listening; The Importance Of
Adult-Child Conversations To Language Development, diketahui bahwa
komunikasi dua arah yang dilakukan otang tua-anak akan berpengaruh positif
terhadap perkembangan bahasa anak. Anak yang sering diajak ngobrol oleh orang
tuanya, terbukti memiliki kemampuan berbahasa dan bersosialisasi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan anak yang hanya menghabiskan waktunya dengan
menonton televisi atau bermain gadget.
Sangat dianjurkan agar
komunikasi dengan anak sebaiknya dalam konteks yang membangun rasa percaya diri
anak. Saat bebrbicara dengan mereka, anggap saja semua omongan mereka benar.
Tugas kita hanya sebagai pendengar yang berusaha membiarkan mereka
menyelesaikan pembicaraannya sampai tuntas. Tugas pendengar adalah
mengondisikan agar semua yang hendak dibicarakan dapat diutarakan. Bunda bisa
meresponnya dengan pertanyaan-pertanyaan yang memancing mereka untuk bisa
menyelesaikan apa yang hendak mereka katakan, sekaligus mengajak mereka untuk
berlatih logika dan berpikir.
Perkembangan emosi dan
perkembangan anak secara umum di kemudian hari, memang sangat dipengaruhi oleh
komunikasi anak-orang tua sejak dini. Otak anak yang masih awal ini akan terus
merespons rangsangan yang ia terima melalui pembentukan sambungan-sambungan
(sinaps) otak yang akan terus dipertebal goresannya dari hari ke hari. Itulah
sebabnya mengapa kemampuan bahasa harus sudah diajarkan pada bayi sejak dini.
Semakin banyak rangsangan yang ia terima akan semakin tebal goresan sinaps otak
dan ini akan membentuk karakter anak dalam cara ia berbicara kelak.
Nah, sudah jelas kan?
Yuk, mulai sekarang, ajak anak-anak kecil bicara, dan dengarkan celotehan
mereka.
Hanya sebuah tulisan
penulis artikel anak yang sama sekali belum berpengalaman, hihihi… Semoga kita
bisa sama-sama belajar..:)