Buku yang dikemas dengan gaya fiksi-musikal ini kayaknya bagus
dech... dengan untaian kata Fahd Djibran yang sederhana tapi mengena,
diperkuat dengan lirik lirik lagu Bondan & Fade2Black yang membakar
semangat, nampaknya buku ini mampu menggambarkan wajah pendidikan
indonesia dengan cara yang berbeda.... ^^
Tak Sempurna lebih
mewakili penulisnya sebagai individu. Ia memuat gagasan dan perasaan
penulis yang lebih utuh dan jujur tentang banyak hal. Juga harapan dan
kegelisahan-kegelisahan. Untuk mengungkapkan semua itu, penulis memilih
dunia sekolah sebagai “medan bercerita”. Ya, boleh jadi penulis meminjam
sekolah sebagai sudut pandang untuk melihat dunia yang lebih luas. Bagi
penulis, sekolah adalah dunia yang sangat kompleks—miniatur kehidupan
manusia. Kita bisa melihat banyak aspek penting kehidupan dari sana:
Hubungan antar-manusia, anak-anak, keluarga, orangtua, birokrasi,
politik, agama, masyarakat, harapan, kekecewaan, masa lalu, masa kini,
masa depan, semuanya. Jadi, meskipun penulis bercerita tentang “sekolah”
atau “anak sekolah”, sesungguhnya penulis sedang menceritakan sesuatu
yang lebih luas lagi.
dalam Novel ini penulis bercerita
tentang dunia pendidikan di suatu kota-yang-tak-disebutkan-namanya di
Indonesia. Penulis lebih senang menyebutnya
Gotham-nya
Indonesia. Suatu kota di mana anak-anak dibesarkan di tengah keluarga
yang tak memberikan kasih sayang, kehidupan bermasyarakat yang tak
memberi harapan, dan kehidupan bernegara yang tak menjanjikan apa-apa
kecuali perang-perang politik kepentingan memuakkan. Di kota semacam
itu, sulit sekali menemukan contoh dan teladan yang baik, sekalipun dari
kalangan tokoh-tokoh agama. Di kota itulah sekolah menjadi sekadar
tempat “penitipan anak” bagi orangtua yang sibuk atau “tempat pembuangan
anak” bagi orangtua yang tak peduli pada mereka. Juga ajang adu gengsi.
Sementara itu, di tengah semua kekacauan sistem pendidikan, rekrutmen
tenaga pengajar yang penuh kecurangan, dan kurikulum pendidikan yang
berantakan, anak-anak ini masih ditekan dengan beban pelajaran yang
kelebihan muatan, tugas-tugas, les panjang persiapan ujian,
try out, ujian nasional, dan seterusnya.
Something has gone very wrong with our school!
Itu kalimat kuncinya. Sudah bisa diduga, tentu saja, anak-anak seperti
apa yang dihasilkan kehidupan kota semacam itu—sistem pendidikan semacam
itu? Penulis terkejut mendapatkan sejumlah fakta mengerikan dalam riset
sederhana yang penulis lakukan: Ratusan pelajar tewas setiap tahunnya
akibat tawuran dan overdosisi obat-obatan terlarang. Para pelajar
melakukan seks bebas sesering pesta minuman keras, aborsi di mana-mana,
pembunuhan dan pemerkosaan sulit dihitung jumlah pastinya. Ya, semua itu
dilakukan pelajar, remaja Indonesia di bawah usia 18 tahun! Anak-anak
masa depan yang gelisah dan putus asa, tapi tak pernah diperhatikan!
Anak-anak yang dibuang, ditekan, dibebani, untuk kelak dicaci-maki dan
disalahkan!
Di novel tersebut, penulis meminjam sudut
pandang seorang remaja biasa untuk bercerita berbagai hal tentang
dirinya. Namanya Rama. Dia menceritakan banyak hal tentang sekolah dan
segala hal yang bersinggungan dengannya. Dari hal-hal yang bisa kita
bayangkan hingga hal-hal yang mungkin tak pernah kita bayangkan. Dari
yang menyenangkan hingga yang menyedihkan. Dari harapan hingga
kekecewaan. Semua tentang sekolah. Semua tentang kehidupan
mereka—anak-anak bangsa:
Miniatur bagi kehidupan kita sesungguhnya!
Jika
ingin tahu detilnya, tentu Anda semua harus membaca ceritanya. Penulis
sudah tidak peduli lagi cerita itu akan melahirkan “pro” atau “kontra”
di tengah masyarakat. Penulis hanya menceritakan kenyataan yang penulis
tangkap apa adanya. Lagi pula, sebuah karya, ketika sudah dilemparkan ke
hadapan sidang pembaca, sepenuhnya menjadi milik pembacanya. Tugas
penulis sudah selesai, itu dia: Penulis sudah menuliskannya menjadi
sebuah cerita sederhana—yang barangkali memang tak sempurna. Namun dari
cerita itu, penulis berharap sesuatu:
Semoga pikiran dan perasaan
kita terbuka, ada jutaan anak-anak Indonesia yang harus kita perhatikan
dan selamatkan masa depannya!
Bagaimana kisah ini dituliskan? Penulis tetap menyebutnya fiksi-musikal. Penulis tak peduli pada
genre,
sebenarnya. Tapi mungkin novel ini memang dituliskan dengan cara yang
tidak biasa. Bacalah sambil mendegarkan lagu-lagunya (Bondan &
Fade2Black). Cerita dan lirik-lirik lagu yang terdapat di dalamnya
merupakan satu kesatuan utuh yang tak terpisahkan. Inilah yang disebut
kolaborasi, sebuah karya yang dirancang dan dilahirkan dengan
spirit saling melengkapi!
Mari akhiri semua kebodohan untuk menjadi generasi
Tak Terkalahkan—