Pamekasan, merupakan salah satu kota ternama yang ada di madura. Kota dengan wilayah mencapai 792,30 kilometer, dan berada diantara kota Sampang dan Sumenep, pada tanggal 3 November 2010 kemarin merayakan hari jadinya yang ke-480.
Pamekasan adalah sebuah kota yang sedang merajut masa depan yang meluas. Mulai dari kabupaten dengan predikat kota pendidikan Madura, kota budaya, kota gerbang salam, hingga Pamekasan sebagai kota batik.
Pamekasan sebagai kota pendidikan muncul sejak era tahun 2000-an awal. Hal ini dikarenakan, Pamekasan memiliki lembaga-lembaga pendidikan terbanyak dibanding kabupaten lain yang ada di Madura. Mulai dari tingkat taman kanak-kanak hingga tingkat perguruan tinggi. Bahkan, perguruan tinggi swasta tertua dan perguruan tinggi negeri yang pertama di Madura berada di kota Pamekasan. Yaitu Universitas Madura (UNIRA) dan STAIN, yang dulu masih bernama IAIN. Dari segi prestasi, putra-putri kabupaten ini juga sering menyabet prestasi yang gemilang, baik di tingkat regional, nasional dan internasional. Sehingga tidak heran jika banyak putra-putri kabupaten lain di madura, yang memilih “mengadu” otak ke kota Pamekasan daripada di kotanya sendiri.
Kota budaya, simbol ini lahir sejak puluhan tahun yang lalu untuk kota Pamekasan dengan segala aset budayanya. Banyak produk budaya lahir dan dipentaskan di kota ini. Pamekasan menjadi kota pusat perayaan karapan sapi, sape sonok, dan semalam di Madura. Tak berhenti disitu, proses kebudayaan ini juga melahirkan berbagai kesenian lainnya. Seperti topeng gettak, rondhing, dan ul-daul (tog-tong).
Dan pada tahun 2003, Pamekasan memiliki predikat baru, yakni kota gerbang salam (gerakan pembangunan masyarakat islam). Sejak saat itu, kebudayaan yang ada sebelumnya, mulai disetir sesuai dengan syariat agama islam. Pertunjukan-pertunjukan yang berbau erotis tidak diijinkan lagi untuk tampil di kota ini. Yang ada hanyalah pementasan islami. Seperti, sammanan (pembacaan shalawat dan yang sejenis yang diiringi musik klasik dan dimainkan oleh kaum Adam), samrohan (pembacaan shalawat dan yang sejenis yang diirngi musik klasik dan dimainkan oleh kaum Hawa), macopatan (pembaaan cerita-cerita terdahulu dengan gaya khas khusus tersendiri) dan musik-musik religius lainnya. Kegiatan-kegiatan para budayawan lokal pun tetap terlaksana dengan simbolisasi islam. peragaan busana, fashion, lagu, tarian daerah, tetap ada hanya saja terbungkus secara islami. Tidak hanya dalam dunia seni dan budaya, dunia pendidikan pun juga mendapat pengaruh gerakan pembangunan masyarakat islam ini. Salah satu caranya dengan mewajibkan pemakain jilbab untuk siswi SMP/SMA sederajat, serta penambahan pelajaran agama di sekolah-sekolah.
Tidak cukup dengan gelar kota pendidikan, kota budaya, dan kota gerbang salam. Pamekasan di tahun 2009 kembali memproklamirkan dirinya sebagai kota batik. Pemproklamiran itu ditandai pada peringatan hari jadinya yang ke-479 (tahun 2009 yang lalu), tema yang diangkat adalah tema tentang batik; “Mempertegas Pamekasan sebagai Kota Batik (di Jawa Timur)”. Tidak cukup dengan itu, ikon bahwa Pamekasan sebagai kota batik ditandai dengan digelarnya “Pamekasan membatik” di jantung kota Pamekasan, monumen arek lancor. Kegiatan ini melibatkan 600 perempuan pengrajin batik tulis yang tersebar di empat kecamatan, yakni proppo, palengaan, pegantenan, dan Pamekasan. Kegiatan membatik sepanjang 1530 meter ini, merupakan kegiatan terbesar dan masuk dalam catatan Museum Rekor Indonesia (MURI).
Selain itu, banyak baliho terpajang yang mencerminkan pemproklamasian Kota Batik tersebut. Seperti, kalau kita berkunjung ke sana, maka akan ditemukan di berbagai sudut kota, baliho-baiho yang bergambar dan bertuliskan “Terima Kasih Anda Telah Berbusana Sopan di Kabupaten Gerbang Salam Pamekasan” dengan gambar dua insan kebanggaan Pamekasan (Kacong dan Jepping Pamekasan) yang berpakain batik. Termasuk juga dengan dihiasinya dinding-dinding kota Pamekasan dengan nuansa batik ala Pamekasan.
Lalu, apakah masa depan yang dicita-citakan Pamekasan itu hanyalah mimpi?
Semoga saja tidak. gelar-gelar yang disandang oleh Pamekasan sudah mulai didukung oleh simbol-simbol bangunan. Pamekasan sebagai kota Gerbang Salam ditopang oleh adanya Majid Syuhada’ dan islamic center. Gedung islamic center (GIC) adalah gedung yang diharapkan mampu menjadi pusat pembagunan peradaban masyarakat yang Islami, maju, beriman dan berdaya saing seiring dengan lahirnya program Gerbang Salam (Gerakan Pembangunan Masyarakat Islam) di Pamekasan
Dalam hal pendidikan, didukung oleh sekolah-sekolah di Pamekasan yang mulai menjadi sekolah RSBI (rintisan sekolah berstandart nasional), dan prestasi putra-putri Pamekasan yang mulai merambah dunia internasional.
Sedangkan dalam perindustrian batik. Beberapa daerah sudah ditetapkan sebagai daerah sentral batik Pamekasan, seperti desa Klampar. Industri batik tulis ini, juga sebagai sarana untuk mengurangi jumlah pengangguran yang ada di kota ini. Dan Pamekasan sebagai kota budayapun akan tetap ada, walau Pamekasan berada dalam gelar kota Gerbang Salam.
Namun, bukan berarti Pamekasan telah berhasil seutuhnya. Pamekasan masih butuh waktu untuk belajar menjadi kota pendidikan, budaya, Gerbang Salam, dan kota batik. Mungkin, Pamekasan perlu belajar dan mendalami kota jogjakarta sebelum Pamekasan menjadi kota Jogja di Madura.
Jika gelar-gelar tersebut tercapai, maka sempurnalah kota Pamekasan. Kota Pendidikan untuk masadepan para pemudanya. Kota Budaya, untuk masadepan para punggawa kreatifnya. Kota Gerbang Salam untuk mereka semua. Dan Kota Batik untuk meningkatkan tingkat perekonomian masyarakatnya. sehingga terciptalah Pamekasan dengan masyarakat yang bermoral (Pendidikan), berbudaya (Budaya), bersyariat (Gerbang Salam) dan berindustri (Batik).